Dalam upaya mengantisipasi terjadinya bencana yang setiap saat bisa terjadi, tiga pesantren yang terlibat dalam program Community Based Disaster Risk Management (CBDRM-NU) atau pengelolaan risiko bencana berbasis masyarakat melakukan deklarasi santri siaga bencana.
Deklarasi tersebut dilakukan di Pesantren Darussalam Watucongol Muntilan Magelang, Sabtu (1/9) dan di Pesantren Assidiqiyah Jakarta dan Pesantren Nurul Islam Jember dalam minggu ini.<>
Masing-masing pesantren ini mewakili tiga jenis bencana yang berbeda. Pesantren Darussalam merupakan pesantren di lereng gunung Merapi yang rawan terhadap bencana gunung api, gempa dan angin topan. Pesantren Assidiqiyah merupakan basis bagi penanganan bencana banjir dan kebakaran sedangkan Pesantren Nurul Islam menjadi pusat penanganan risiko bencana longsor dan banjir yang sering terjadi di daerah tersebut.
Program perintisan yang sudah berjalan hampir satu tahun ini telah berhasil melakukan banyak hal. CBDRMNU Magelang telah mendidik 6 fasilitator daerah yang kemudian melatih 60 organizer dan 75 orang pioner siaga bencana.
”Keterlibatan ini akan terus dikembangkan dengan membuka komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholder di daerah karena bencana dapat terjadi dimanapun, kapanpun dan menimpa siapapun,” tutur Zainal Arifin dari CBDRMNU Magelang.
Dikatakannya bahwa pengalaman menjadi korban bencana menjadi modal dasar untuk membangun kerjasama. ”Harapannya, kesadaran untuk menjadi ’penyelamat’ akan tumbuh daripada menjadi ’korban’ yang menunggu untuk diselamatkan.
Sementara itu, Edi Susanto yang mewakili bupati Magelang menyampaikan dukungannya atas kegiatan ini. Ia berharap kesadaran akan bencana di masyarakat semakin meningkat. Sejauh ini, pemerintah sering dipersalahkan dalam penanganan bencana. Saat masyarakat diungsikan ketika ada tanda-tanda bencana, namun kemudian tak terjadi, dianggap tak bisa memberi informasi yang benar, namun ketika ada bencana dan masyarakat tidak diberi tahu, pemerintah dianggap lamban.
Edi memberi contoh kesadaran masyarakat di Jerman terhadap bencana. Ketika terdapat tanda-tanda bencana yang diumumkan oleh pemerintah, masyarakat dengan segera menyelamatkan dri, meskipun bencana tersebut pada akhirnya tidak terjadi, mereka tidak menyalahkan pemerintah, malah bersyukur bahwa hal tersebut tidak terjadi.
Sebelum acara deklarasi, pada pagi harinya juga dilakukan simulasi evakuasi yang melibatkan masyarakat desa Kaliurang dan para santri untuk melatih kesiapsiagaan masyarakat dalam mengatasi bencana Merapi sehingga dapat mengurangi bencana apabila benar-benar terjadi.
Simulasi dimulai dari balai desa Kaliurang kemudian menuju TPS Jumoyo, Salam. Selama berada di TPS, para peserta evakuasi mendapat pelatihan dapur umum dan pertolongan pertama.
Acara ini mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Satlak Kab. Magelang, badan otonom NU, PMI, Kompag Merapi, Peduli Merapi dan masyarakat Magelang dan sekitarnya. Kegiatan deklarasi juga diisi dengan donor darah dan pengajian.
Program Manager CBDRMNU Avianto Muhtadi menjelaskan bahwa pada hari Jum’at juga dilaksanakan ziarah ke makam sejumlah pemuka masyarakat di Magelang dan mujahadah untuk memohon kepada Allah agar bencana tidak terjadi lagi. (mkf)