Warta

Penyatuan Kriteria Awal Bulan Masih Menemui Kendala

Ahad, 5 September 2010 | 21:50 WIB

Jakarta, NU Online
Kepala Subdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Muhyiddin, mengatakan, sejak tahun 1992 pemerintah telah berupaya menjembatani pembahasan hilal antara ormas yang ada. Akan tetapi, katanya, upaya itu masih menemui kendala.

Masing-masing pihak mempertahankan pendapat dan mengklaim argumen yang disampaikan benar serta ciri khas metodologi mereka. Sehingga, terkesan pihak yang berbeda pendapat tidak mencari solusi yang terbaik untuk kebersamaan umat.<>

Kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (3/9) kemarin Muhyiddin mengatakan, pihaknya telah memberikan pengarahan kepada ormas yang sering mendahului awal dan akhir Ramadhan seperti An-Nadzir Goa, Naqsyabandiyah Khalidiyah Jombang Jatim, Naqsyabandiyah Padang, dan Sattariyah Medan.

Dari beberapa kali pertemuan, pihaknya menyimpulkan bahwa akar persoalan bukan kriteria hilal. Melainkan, kemauan masing-masing pihak mendiskusikan dan mencari kesapakatan.

Buktinya, alternatif kriteria hilal yang pernah diajukan pemerintah tidak diterima.Kriteria tersebut sebagaimana tertetuang dalam hasil keputusan musyawarah alim ulama dan pakar hisab rukyat nasional tahun 1998. Kriteria hilal adalah tinggi minimal 2 derajat, berumur 8 jam, dan jarak sedut antara matahari dan bulan 3 derajat.

Muhyiddin mengemukakan, legitimasi penetapan hilal oleh pemerintah adalah fatwa Majelis Ulama No 2 Tahun 2004. Dalam fatwa itu disebutkan, pemerintah berwewenang menetapkan awal dan akhir bulan secara nasional. Ketetapan itu berlaku secara nasional dan umat Islam wajib mengikuti.

Oleh karena itu, ke depan, katanya, perlu ada iktikad baik ormas untuk duduk bersama membahas standarisasi dan kriteria penentuan hilal. “Kesampingkan ego dan utamakan kebersamaan dan kepentingan umat,” kata Muhyiddin yang juga wakil ketua Lajnah Falakiyah PBNU. (nam)


Terkait