Warta

Penulis dan penerbit Tak Hadiri Undangan Lagi

Selasa, 8 Juli 2008 | 05:24 WIB

Surabaya, NU Online
Persoalan buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik” tampaknya belum akan selesai. Upaya warga NU untuk menyelesaikan persoalan dengan H Mahrus Ali (penulis buku) dan Halim atas nama Penerbit La Tasyuk! Press (LTP) di luar pengadilan tampaknya semakin sulit terwujud.

Hal itu setidaknya bila dilihat dari pertemuan yang direncanakan Senin (8/7) malam di Masjid Kauman Gedongan, Waru, Sidoarjo. Dalam pertemuan itu ternyata keduanya malah tidak datang. Padahal para pengurus NU dari tingkat Ranting, MWC, PC dan PW sudah cukup lama menunggu di tempat itu.<>

“Kita ingin menyelesaikan di luar pengadilan, tapi rupanya dia malah memilih jalan pengadilan. Apa boleh buat, sudah dua kali somasi kita tidak diindahkan,” kata Ustdz Soleh Qosim MSi, Ketua PW Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI) Jawa Timur yang memimpin rombongan PCNU Sidoarjo.

Senada dengan Ustadz Soleh Qosim, H Soleh Hayat SH yang memimpin rombongan PWNU juga bersikap serupa. Menurut H Soleh, dua kali undangan untuk mereka sudah cukup. Pertama di dilaksanakan di IAIN dalam forum bedah buku dan debat terbuka, namun mereka tidak mau hadir, dan kedua pada Senin itu dalam bentuk somasi, ternyata mereka tetap saja tidak hadir.

“Tampaknya mereka lebih suka kalau diselesaikan lewat pengadilan. Baiklah, kita segera tindak lanjuti ke Polda,” kata Pak Soleh yang didampingi Sakti Mandraguna SH dan Suprapto SH dari tim LPBH NU Jatim.

Surat somasi Nahdliyin (warga NU) yang dikirimkan kepada penulis dan penerbit buku yang dinilai melecehkan orang NU itu ditulis atas nama Drs Mohammad Su’ud S, dan dikirimkan beberapa hari sebelum pertemuan. Dipastikan surat itu sudah dibaca oleh keduanya. Di antara buktinya, salah seorang keponakan H Mahrus Ali yang turut datang dalam pertemuan itu menyatakan sebenarnya pamannya itu akan datang, namun karena dicegah oleh istrinya, niatnya diurungkan.

Begitu juga dengan penerbit. Ketika dihubungi via telepon, ia mengaku sudah tahu, namun menolak hadir dengan alasan, “Saya kan hanya menerbitkan, tanggung jawab ada pada penulis”. Walhasil, keduanya tetap tidak hadir dalam undangan itu, meski Nahdliyin dan pengurus NU menunggunya hingga pukul 23.00 WIB dari jadwal yang direncanakan pukul 20.00 WIB.

Suasana sedikit memanas ketika H Rofi’i, salah seorang tokoh masyarakat desa setempat mengajukan usul agar dilakukan jemput paksa pada H Mahrus. Alasannya sederhana, dua kali diundang untuk bicara baik-baik malah tidak mau datang. Apalagi malam itu jarak lokasinya dari rumah alumni Langitan yang tidak diakui almamaternya itu hanya 1 kilometer.

Namun dengan berbagai pertimbangan, usul itu akhirnya tidak disetujui. “Kita tidak mau persoalan ini terus berlarut-larut. Kalau mereka minta pengadilan, okelah, kita akan segera ke Polda,” tegas Pak Soleh.

Seperti diberitakan sebeulmnya, meski banyak tokoh NU yang merasa keberatan dengan buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik”, namun ternyata hingga kini buku itu masih terus beredar di pasaran. Bahkan cetakan kelima yang beredar kali ini malah tampil lebih berani. Pada sampul buku itu terdapat kalimat yang dibentuk mirip stempel berbunyi ‘Dilengkapi dokumen ke-NU-an sang mantan kiai’. (sbh)


Terkait