Pendidikan di Indonesia masih kering nilai spiritualitas sehingga krisis moral dan hilangnya nilai kejujuran akan terus mengancam generasi bangsa.
"Hubungan guru-murid, hanya sebatas di ruang kelas, sehingga kedekatan emosi menjadi berkuran," kata pengamat pendidikan dan keagamaan Jamal Ma’mur Asmani, dalam diskusi “Spirit Pendidikan dan Agenda Pemberdayaan Bangsa”, Kamis (1/5) tadi malam.<>
Agenda yang diselenggarakan di Auditorium Graha Adi Suara ini diprakarsai oleh Forum Muda Nahdliyyin Pati, dan disiarkan secara on-air pada 101 PAS FM Pati.
“Pendidikan formal yang cenderung sekuler, akan mudah digempur gelombang krisis moral. Sehingga, terjadi hal negatif semacam pelecehan seksual, penindasan, kriminalitas hingga “pembetulan” lembar ujian nasional oleh gurunya sendiri," kata Jamal.
Selain itu, untuk mencetak generasi muda yang unggul dalam kualitas, serta memiliki moralitas luhur, perlu adanya fokus pada strategi pendidikan.
“Strategi pendidikan bangsa ini masih banyak yang konvensional. Harus ada pemikiran alternative untuk membangun lembaga pendidikan progresif,” kata penulis buku “Fiqih Sosial Kiai Sahal” itu.
Pendidikan tanah air memerlukan strategi baru yang lebih cemerlang. “Strategi baru, bukan dimaksudkan untuk melawan visi dan kebijakan dari pemerintah, akan tetapi lebih berdasar untuk menemukan inovasi kreatif”, ujar Jamal.
“Contoh kongkret, strategi pendidikan yang menggenggam moralitas luhur, teraktualisasikan dalam nafas pendidikan pesantren. Di pesantren, kejujuran menjadi nilai dasar untuk mencerdaskan bangsa,” katanya. (ziz)