Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf mengungkapkan dalam setiap agama terdapat kelompok garis keras yang berpotensi merugikan agamanya sendiri agama lain. Salah satu upaya untuk menurunkan sikap radikal mereka adalah merangkul dan mengajak dialog mereka.
“Jika mereka ditekan, diancam atau dipojokkan terus, mereka akan semakin menutup diri dan semakin keras. Tetapi jika mereka diajak dialog, berdiskusi, dan bergaul dengan kelompok yang lebih luas, maka pandangannya juga akan semakin luas,” katanya ketika menerima rombongan dari Setara Institute di gedung PBNU, Jum’at (17/9).<>
Jika kelompok yang diajak diskusi merupakan kelompok yang sudah memiliki pemahaman yang sama tentang toleransi dan penghargaan terhadap kelompok lain seperti NU, tetap saja memiliki manfaat, tetapi akan lebih bermanfaat jika dialog ini dilakukan dengan mereka yang selama ini menutup diri dan menganggap kebenaran hanya milik kelompoknya.
Ia menjelaskan, NU memiliki empat sikap dasar, salah satunya toleransi. Hal ini terlihat dari pengakuan NU terhadap berbagai tafsir atas Qur’an dan Hadist dan pengakuan NU atas empat mazhab fikih.
Slamet menyatakan, sikap intoleransi tidak bisa distigmakan kepada satu kelompok agama saja karena hal ini merupakan fenomena global. Kelompok mayoritas dalam setiap daerah seringkali menjadi penyebab tindakan-tindakan intoleran.
Bukan hanya di Indonesia atau negara berkembang lain, masyarakat di negara yang selama ini dianggap sebagai negara maju juga melakukan hal yang sama. Ia mencontohkan, umat Islam di Amerika dan Eropa yang merupakan minoritas disana mengalami banyak diskriminasi dan kesulitan mendirikan tempat ibadah, sampai tindakan pelecehan seperti penempelan poster di masjid sebagai rumah syaitan sampai dengan pembakaran Qur’an.
Ia meminta agar gerakan kebebasan beragama yang diperjuangkan Setara Institute menempatkan semua agama dalam posisi netral, tidak menuduh agama tertentu sebagai sumber intoleransi.
Kekerasan dan intoleransi bisa berasal dari berbagai sumber, mulai dari lingkungan agama itu sendiri sampai pada persoalan ekonomi dan politik. (mkf)