Warta

PBNU Dukung Anggaran Pro Rakyat Miskin

Senin, 11 Agustus 2008 | 11:34 WIB

Jakarta, NU Online
Setiap tahunnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu mengalami peningkatan bahkan untuk tahun 2009 diperkirakan lebih dari 1.000 Trilyun. Namun demikian, alokasinya untuk rakyat miskin masih rendah sehingga kemiskinan masih menjadi pandangan umum di negeri yang kaya sumber daya alam ini.

Ketua PBNU H Ahmad Bagdja menyatakan dukungannya terhadap upaya terwujudnya APBN yang lebih pro pada rakyat miskin dengan menandatangani ikrar bersama sejumlah komponen masyarakat lain dalam seminar Pro Poor Budgeting yang diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK-NU) bersama dengan Persekutuan Geraja-Geraja Indonesia atau PGI dan LSM Prakarsa di Jakarta, Senin (11/8).<>

Bagdja menceritakan sebuah pengalaman yang menarik tentang masih rendahnya pemahaman anggota DPRD terhadap kepentingan masyarakat. Dalam sebuah perjalanan di Jawa Tengah, salah seorang anggota DPRD yang menemaninya menuturkan bahwa ia telah memperjuangkan berdirinya sebuah gapura pembatas antar kabupaten yang menelan biaya 800 juta.

“Dalam situasi ketika masyarakat kesulitan memperoleh pangan, sekolah yang roboh, irigasi yang rusak dan kesehatan yang mahal, anggota DPRD malah mengusulkan hal-hal yang tidak substansial,” katanya.

Dari pengalamannya ini, akhirnya PBNU melalui Lakpesdam NU membuat program “Forum Warga” yang mendidik anggota masyarakat untuk mengajukan usulan pengajuan anggaran sesuai dengan prioritas kebutuhan yang paling penting. Para pengugus Majelis Wakil Cabang (MWC) NU dilatih agar lebih faham anggaran. Forum bahtsul masail yang biasanya membahas masalah-masalah keagamaan juga membedah APBD.

Bagdja menjelaskan, reformasi yang dicita-citakan rakyat Indonesia bisa menghasilkan kesejahteraan dan keadilan ternyata sampai saat ini masih jauh panggang dari api. Berbagai pendekatan dalam bidang politik, ekonomi dan lainnya tak menghasilkan apa-apa.

“Pendekatan ekonomi yang terjadi adalah liberalisasi pasar dan privatisasi aset-aset negara,” terangnya

Ia berpendapat, dengan potensi kekayaan alam yang luar biasa, pemerintah belum mampu mengelola semuanya untuk kesejahteraan rakyat. “Anggaran negara hanya didasarkan pada tiga hal, yaitu pajak, menjual asset negara dan ngutang,” tandasnya.

Dalam situasi seperti ini, Bagdja berpendapat tinggal kekuatan sosial masyarakat, yang mengutamakan nilai-nilai moralitas yang akan mampu membawa perubahan yang lebih baik. (mkf)


Terkait