Surabaya, NU Online
Masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah menimbulkan kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Adanya sikap wajar dan mafhum pada perilaku ini dianggap kegiatan kriminal biasa, padahal akibat yang ditimbulkan luar biasa karena berdampak luas pada masyarakat.
“Diperlukan tafsir baru dengan makna yang lebih keras dan tegas tentang korupsi sehingga bisa dikatakan sebagai perbuatan yang hina dan kalau bisa dosanya layaknya perbuatan syirik,” ungkap Sultonul Huda, Ketua Program I Gerakan Anti Korupsi NU Muhammadiyah (20/7).
<>Untuk mendukung hal tersebut PBNU menggelar halaqah dan bahtsul masail gerakan nasional pemberantasan korupsi untuk melakukan rancang bangun sebuah tafsir tematik korupsi dengan pendekatan fikih sosial. Acara yang berlangsung pada 19-21 Juli ini diselenggarakan di Hotel Satelit Surabaya.
“Bahsul Masail ini akan membuat rumusan fiqh yang memuat penjelasan perihal korupsi secara menyeluruh mulai dari definisi, modus operandi, bentuk korupsi sampai dengan sanksi yang dapat dikenakan kepada para koruptor,” tandasnya.
Dikatakanya beberapa isu yang diangkat meliputi bentuk-bentuk bantuan, hibah, hadiah yang diberikan kepada seseorang, biasanya pejabat, kepada masyarakat, biasanya tokoh masyarakat atau tokoh agama dengan motif politik dan kekuasaan.
“Banyak contoh debatable tentang pemahaman korupsi, seperti hibah atau hadiah dari pejabat kepada kyai, padahal dibalik itu ada permintaan dukungan politik untuk meraih atau mempertahankan jabatan tertentu,” imbuhnya.
Tema lain yang akan dibahas adalah korupsi di birokrasi, baik bentuk atau modusnya serta kolusi dan korupsi antara pejabat dan pengusaha, dikalangan penegak hukum, dalam dunia legislatif sampai dengan yang dilakukan masyarakat umum.
“Bagaimana seorang pejabat eselon II dengan gaji kurang 5 juta tapi punya kekayaan ratusan juta, bahkan milyaran. Dari mana pejabat tersebut mendapatkan uang begitu banyak. Hal seperti ini masih belum banyak dilihat sebagai sebuah konteks perilaku korupsi dalam pemahaman masyarakat kita,” paparnya.
Tafsir tematik ini diharapkan akan memberikan sebuah kekuatan hukum agama menyangkut berbagai perilaku, bentuk dan modus operandi terhadap berbagai korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masuk kategori merusak tatanan kehidupan masyarakat dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbagnsa dan bernegara.
Peserta kegiatan ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 16 kyai, 4 orang pengurus NU dan 5 orang akademisi serta 5 orang praktisi sosial. Beberapa pembicara yang akan hadir adalah KH Masdar F. Mas’udi dengan tema “Pemberantasan korupsi dalam Konteks Masyarakat Muslim, Bambang Widjoyanto dengan tema “Pemberantasan Korupsi dalam Konteks Negara Bangsa, Dr. Masyhuri Naim dengan tema “Islam dan Korupsi: Konsep Ajaran Islam Mengenai Korupsi” dan KH Malik Madany MA dengan tema “HAM dalam Pandangan Islam: Konteks Pelanggaran Korupsi” serta Iskandar Sonhaji dengan teman “carut marut Korupsi di Indonesia: Perilaku Korupsi dan Dampaknya.
Acara ini akan dibuat dalam dua putaran, yaitu di Surabaya untuk memperoleh masukan-masukan berkait erat dengan materi yang akan menjadi buku dan selanjutnya akan dilakukan finalisasi di Semarang.(mkf)`