Warta

Otto Geo Diwara: Penjualan Tanker Sangat Merugikan Pertamina

Sabtu, 19 Juni 2004 | 06:52 WIB

Jakarta, NU Online
Meskipun ditentang Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SP-PSI), dan DPR, penjualan tanker raksasa milik Pertamina tetap berjalan. Kapal tanker tersebut sudah resmi dijual dengan harga 184 juta dollar AS.

Seperti sudah diduga banyak pihak,  direksi Pertamina  tidak akan mempedulikan suara komisi VIII DPR/RI, SP-PSI maupun para pengamat bisnis dan perminyakan. Meskipun perusahaan asal Swedia, Frontline Ltd, dinyatakan sebagai pemenang tender. Sikap SP-PSI tetap tidak berubah. "Kami tetap menolak penjualan tanker itu,"Kata Damenta Sembiring, wakil ketua SP-PSI kepada NU Online, Sabtu (19/6).

<>

Menurut Sembiring, penolakan SP-PSI itu berkaitan dengan adanya indikasi kebohongan terhadap publik. "Khususnya sekarang ini, banyak kasus Pertamina yang tidak jelas penyelesaiannya,"ungkap wakil ketua SP-PSI yang fasih berbahasa Jawa ini.

Sembiring nyebutkan, kasus Karaha Bodas, dan proyek Balongan penyelesaiannya tidak terbuka. "Dalam kasus Karaha Bodas, Pertamina terkena denda 2,5 juta dollar AS, sedangkan dalam kasus Balongan Pertamina disomasi oleh kontraktor utamanya. Kalau pun kontraktor utamanya dinilai tidak benar, penyelesaiannya tetap harus cepat. Sebab batas akhir proyek pembangunan tangki di darat dan pipa di laut  sudah dekat, yaitu pada Maret tahun depan,"kata Sembiring yang hanya menyebut kontraktor itu sebagai salah satu perusahaan swasta nasional.

Sembiring juga mengemukakan, kalau berlarut larut seperti ini, rakyat menunggu dengan sejumlah pertanyaan tentang penyebab lambatnya penyelesaian proyek ini.

Menurut Sembiring, dugaan kebohongan publik pun semakin kuat dengan penjualan tanker yang dinilai banyak pihak akan merugikan Pertamina dalam jangka panjang.

Tampaknya dugaan ini bukan isapan jempol semata. Sebab tujuan awal pengadaan kapal tanker raksasa tidak lain untuk menekan besarnya biaya pengangkutan impor minyak maupun ekspor. "Selama ini kami sewa, kalau sudah sewa berarti kami tergantung sama broker, ada national brokers (jasa pengangkutan kapal nasional), ada international brokers (jasa pengangkutan kapal internasional), itu semua kan untuk menarik keuntungan dari biaya sewa. Dalam satu tahun, biaya yang dikeluarkan Pertamina untuk sewa kapal tanker sangat besar, lebih-lebih saat harga sewa membumbung tinggi,"kata Sembiring memaparkan.

Meskipun  harga pembelian dua buah kapal tanker raksasa itu masing-masing hanya    65 juta dollar. Namun klaim Dirut Pertamina Ariffi Nawawi  bahwa penjualan kapal tanker raksasa itu tidak merugikan melainkan menguntungkan Pertamina sebab sudah terjual dengan harga 184 juta dollar AS,  tampaknya bertolak belakang dengan tujuan Pertamina pada awal menjadi perseroan. Saat itu Pertamina dirintis untuk menjadi salah satu perusahaan minyak internasional yang diperhitungkan. Menanggapi klaim itu, Ketua Umum SP-PSI, Otto Geo Diwara mengemukakan, kalau bicara masalah penjualan tanker berarti kita bicara ketersediaan tanker itu.  Kalau kita mau beli beras, katakanlah itu ada di toko-toko, tetapi kalau mau beli tanker raksasa ( Very large Crude Carriers/VLCC) itu kan tidak serta merta kita beli langsung jadi. Karena itu perhitungan keuntungannya pun berbeda. Nilai ekonominya baru akan kita terima 5 tahun yang akan datang jika dipesan sejak sekarang.

"Biaya sewa tanker akhir-akhir ini di pasar spot sudah mencapai 75.000 dollar AS hingga 90.000 dollar AS per hari. Sementara, untuk sewa jangka panjang juga terjadi lonjakan yang mencapai 45.000 dollar AS per hari. Kalau kita pakai harga sewa paling rendah 45.000 dollar AS, maka besarnya biaya sewa tanker yang harus dikeluarkan Pertamina dalam satu tahun Rp 154.395 juta,"kata Otto memaparkan.

Angka sebesar seratus lima puluh empat miliar tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah hasil perhitungan (45.000 dollar AS  X  365 hari  X  kurs  Rp 9.400,- per dollar AS). 

Dengan demikian keuntungan sebesar 54 juta dollar AS dari hasil penjualan tanker raksasa itu masih jauh lebih kecil dibanding biaya sewa  terendah yang harus dikeluarkan untuk sewa tanker selama 5 tahun. "Dengan sewa sebesar 45.000 dollar AS per hari selama 5 tahun akan lebih besar Rp 26,4 miliar dibanding keuntungan sebesar 54 juta dollar AS itu,"kata Otto membandingkan besarnya kerugian yang harus ditanggung Pertamina dengan dijualnya VLCC dalam  jangka panjang.

Jika ngototnya Nawawi dan Laksamana Sukardi dalam menjual kedua tanker raksasa Pertamina dinilai ketua Komisi IX DPR Emir Moeis, Jumat (18/6) melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dan karena alasan itu, Komisi IX akan segera memangg


Terkait