Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih mengkaji rencana penggusuran makam Rasul untuk perluasan dan pengembangan kota suci Makkah dan Madinah.
"NU belum ada sikap resmi, kita akan pelajari dulu sejauh mana alasan itu bisa terjadi," ungkap Wakil Rais 'Aam PBNU, KH. Moch. Tholchah Hasan kepada NU Online, usai menerima penjelasan Menteri Pekerjaan Umum, Joko Kirmanto terkait Perpres 36/2005 di gedung PBNU, Kamis (21/7).
<>Dikatakannya, NU belum mendapatkan penjelasan secara resmi dari pemerintah Saudi Arabia terkait soal ini. Apakah rencanan penggusuran makan rasul ini untuk memperluas kawasan Masjidil Haram atau kepentingan untuk memusnahkan situs-situs sejarah yang menurut tafsir kaum Wahabi dianggap mengarah pada pemujaan berhala.
"Pada prinsipnya NU tetap menyayangkan jika itu sampai terjadi,kalau seandainya masih bisa dipugar kenapa harus diperluas masjidil haram. NU tidak terlalu gegabah mengambil tindakan sebelum mengetahui duduk persoalannya secara pasti," ujar mantan Menteri Agama zaman Gus Dur ini.
Seperti dilaporkan Reuter (15/7), Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut, mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun itu, akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.
"Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarah akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir," katanya kepada Reuters.
Ketika ditanyakan apakah NU akan mendeklarasikan komite Hezaj jilid II jika rencana ini benar-benar dilaksanakan, mengingat NU lahir setelah para ulama mengirimkan komite Hijaz yang prihatin kepada kebijakan dakwah di Jazirah Arab. Ketua Yayasan Unisma Malang ini mengatakan, NU belum akan mengambil tindakan ke arah sana, karena masalah komite Hezaj itu soal keyakinan.
"Meskipun baitul wiladah (tempat-tempat suci-red) tidak ada kaitannya secara langsung dengan Syara, tapi dari sisi sejarah implikasinya bisa membahayakan Peradaban Islam," ungkapnya.
Sementara itu ditempat yang sama, Rais 'Aam PBNU, KH. Sahal Mahfudz belum mau mengomentari hal itu. (cih)