Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengungkapkan periode kepemimpinannya akan diisi dengan program-program dalam rangka membangun peradaban dan budaya.
“Peranan kita tetap, membangun peradaban dan budaya, bukan terjun ke politik praktis,” katanya ketika menerima Robin Bush dari The Asia Foundation di gedung PBNU, Jum’at, (28/1).<>
Ia menjelaskan, dalam sejarahnya politik praktis telah terbukti menghancurkan dan memecah belah Islam, termasuk para keturunan nabi. Sejarah Arab seusai wafatnya nabi membuktikan bahwa mereka bertikai akibat konflik politik dan menimbulkan korban nyawa yang tidak sedikit.
“Ilmu pengetahuan dan peradaban maju bukan dikembangkan oleh orang Arab, tetapi orang non Arab yang tidak berpolitik,” katanya.
Ulama seperti Hasan Basri dan bahkan 10 menulis buku hadist seperti Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lainya semuanya bukan orang Arab. “Jika tidak ada mereka, pasti kita tidak mendapatkan hadist-hadist yang sekarang kita baca,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, yang dimaksud orang Arab yang sekarang meliputi wilayah Arab Saudi, tetapi para ulama dan ilmuwan lainnya tersebut masih termasuk dalam suku yang sama-sama menggunakan bahasa Arab.
Jika dalam ilmu keislaman saja ditinggalkan orang Arab, maka ilmu sains lainnya semakin sedikit orang Arab yang terlibat.
Sebuah masyarakat, menurutnya, membutuhkan pembagian peran. Harus ada diantaranya yang tekun menggeluti ilmu-ilmu keagamaan dan selanjutnya membangun masyarakat. “Disinilah salah satu peran dan proses yang secara kontinyu harus dijalankan oleh NU,” tandasnya.
Kepada Robin Bush, Kang Said juga mengungkapkan keprihatinannya tentang sistem pendidikan di Indonesia yang terbagi antara sekolah umum dan madrasah. Sistem dan kurikulum yang berbeda akhirnya melahirkan generasi yang saling tidak mengenal pemikirannya. “Yang lulusan pesantren dan lulusan ITB saling tidak memahami isi kepala masing-masing,” tandanya.
Ini berbeda dengan sistem pendidikan di Arab yang disatukan dan memiliki komposisi pelajaran agama yang cukup besar sehingga semuanya memiliki pemahaman agama yang memadai. “Seorang insinyur tetap memahami agama, meskipun tentu saja tidak sama dengan ahli agama,” tandasnya.
Untuk menjembatani hal ini, NU membantu memfasilitasi pendirian sekolah SMA atau SMK di pesantren-pesantren sebagai upaya mengintegrasikan sistem pendidikan ini. (mkf)