Warta

MUI Minta Pimpinan Ahmadiyah Diadili

Kamis, 17 April 2008 | 00:05 WIB

Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta para pemimpin aliran Ahmadiyah segera diadili. Mereka dinyatakan secara teroganisir telah melakukan penistaan dan penodaan terhadap agama Islam.

Dalam dalam jumpa pers di Kantor MUI Pusat, Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (16/4), Ketua MUI Ma'ruf Amin menyatakan, sikap tersebut dikeluarkan MUI karena Ahmadiyah tidak menggubris tenggang waktu yang diberikan pemerintah untuk kembali ke ajaran Islam yang benar.<>

Namun demikian MUI juga meminta agar para pengikut Ahmadiyah yang bertaubat, dibina dan diarahkan serta diberi kesempatan mengelola aset-aset Ahmadiyah.

"Kita juga meminta agar umat Islam tetap tenang. Jangan melakukan hal-hal destruktif, kontraproduktif serta tindakan anarkis," tambahnya.

Sebelumnya Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) menyatakan aliran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan harus dihentikan. Sudah tertutup kesempatan bagi jamaah Ahmadiyah untuk berbenah.

Kesimpulan Bakor Pakem itu dinyatakan setelah diadakan pemantauan selama 3 bulan. Bakor Pakem menyatakan, Ahmadiyah tidak menjalankan 12 butir kesepakatan secara konsisten. Ahmadiyah ternyata masih mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi.

Bakor Pakem telah mengadakan konfirmasi kepada Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di 33 kabupaten, 55 komunitas serta bertemu dengan 275 warga JAI dan dilakukan pemantauan oleh 33 orang tenaga pemantau selama 3 bulan terakhir.

Kebebasan Beragama

Sementara itu menanggapi reaksi kelompok pembela kebebasan beragama menyusul pelarangan Ahmadiyah oleh Bakor Pakem, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie menyatakan, Ahmadiyah tidak dapat dibela dengan alasan kebebasan beragama. "Masalahnya Ahmadiyyah nggak mau disebut agama sendiri," katanya.

Namun begitu, dikatakannya, pemerintah tidak perlu ikut campur dan mestinya menyerahkan urusan pada intern umat Islam sendiri. "Negara harus ikut campur melindungi warga negara, misalnya, dari serangan pihak lain. Tapi soal aliran berpikirnya negara jangan ikut campur," katanya. (nam)


Terkait