Warta

Muhaimin : Amandemen UU Pemilu Sulit Dilakukan

Kamis, 25 September 2003 | 07:45 WIB

Jakarta, NU.Online
Wakil Ketua DPR-RI Muhaimin Iskandar dari Partai Kebangkitan Bangsa, mengatakan sulit melakukan amandemen Undang-Undang Pemilu saat ini mengingat waktu pemilihan umum yang tinggal enam bulan.

"Idealnya memang direvisi, tapi kok saya pesimis soal waktu yang tinggal enam bulan," ujarnya ketika diminta tanggapan soal amandemen UU Pemilu di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis. Oleh karena itu, ia menilai sulit melakukan amandemen UU Pemilu. Namun ia tidak mau menganggap ada yang salah dalam UU Pemilu tersebut karena DPR telah membuatnya secara matang.

<>

"Idealnya direvisi, tapi waktu melaksanakan amandemen (UU Pemilu) lebih sulit," katanya. Ia juga mengatakan tidak setuju perubahan UU Pemilu yang dikaitkan dengan jumlah kursi. "Kita tidak hitung jumlah penduduk dan kursi, karena faktor salah hitung karena tidak cukup waktu," katanya. Permasalahan mendasar adalah tidak komprehensifnya KPU dalam menyusun alokasi kursi.

Ia mengaku khawatir jika UU Pemilu direvisi malah akan mengganggu jadwal Pemilu. Apalagi yang direvisi hanya masalah alokasi jumlah kursi DPR. Meski demikian diakui dia kalau idealnya UU Pemilu itu memang harus direvisi. Namun lagi-lagi, yang terpenting adalah masalah waktu. Apalagi DPR sudah secara matang memikirkan hal itu. "Komisi II DPR yang dulu menangani pembuatan UU ini perlu melakukan pengakajian untuk segera melaporkannya kepada pimpinan DPR. Oleh karena itu perlu dilakukan rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi untuk membicarakan masalah ini," kata Muhaimin.

Sekadar informasi, yang dipermasalahkan adalah pasal 47 UU 12/2003 tentang Pemilu yang mengatur jumlah alokasi kursi DPR. Sebab ada ketidaksesuaian antara jumlah pemilih dengan jumlah kursi yang tersedia.

Senada dengan Muhaimin, Ketua MPR Amien Rais juga berpendapat bahwa melakukan revisi bisa membuka perdebatan panjang di antara kalangan dewan sendiri, sehingga apabila jadwal penyelesaiannya meleset bisa berdampak pada kegiatan lainnya. "Jika meleset dua minggu saja, maka ibarat kereta api dimana keterlambatan satu gerbong bisa berdampak pada keterlambatan gerbong lainnya," katanya.

Sebelumnya, Ketua DPR Akbar Tandjung mengimbau Komisi II untuk proaktif memikirkan revisi UU No 12/2003 tentang Pemilu, khususnya tentang alokasi dan penghitungan kursi DPR. "Yang perlu diselesaikan antara KPU dan DPR saat ini adalah soal jumlah keanggotaan DPR mendatang," katanya. UU No 12/2003 menyebut angka 550 untuk jumlah kursi DPR hasil Pemilu, sementara berdasarkan implementasi ketentuan perundang-undangan jumlah tersebut akan lebih dari 550.

Oleh karena itu, menurut Akbar, DPR perlu berinisiatif melakukan pembicaraan lebih lanjut atas perubahan atau revisi UU tersebut bersama KPU atau pemerintah. Alternatif perubahan itu antara lain bisa berupa tetap pada angka 550 dengan mengubah bilangan pembagi pemilihan (BPP), atau mempertahankan BPP tetapi menambah jumlah anggota dewan secara fleksibel.(Cih)

 


Terkait