Warta

Mufti de Marseille : “Indonesia jadi Contoh Islam Damai”

Jumat, 19 Maret 2004 | 10:21 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia selalu dibuat contoh di Perancis dengan agama Islamnya yang dikembangkan secara damai dan orang memeluk dengan sendirinya dan disinilah Islam dikenal sebagai agama universal yang tidak mengenal batas.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Mufti de Marseille Soheib Bencheikh dalam kunjungannya ke kantor PBNU (19/03) yang ditemani oleh Dr. Andree Feillard yang merupakan kepala perwakilan Ecole francaise d’Extreme-Orient Jakarta beserta staff kedutaan Perancis di Indonesia.

<>

Untuk itu ia menganggap sangat perlu ada hubungan yang lebih erat antara Islam Perancis dan Indonesia karena Qur’an sendiri mengajarkan pada kita untuk berdialog dengan semua agama dan kebudayaan.

“Muslim Perancis melihat Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia, bahkan jumlah seluruh Muslim Arab tidak melebihi muslim Indonesia dan Perancis sendiri merupakan negara utama yang menjadi sahabat negara muslim dan Arab,” tambahnya.

Warga keturunan Mesir tersebut juga mengungkapkan bahwa saat ini warga muslim disana sudah mencapai generasi ke 3 dan ke 4 dimana mereka merupakan generasi baru yang sudah naik dalam piramida sosial. “Banyak posisi penting dalam struktur sosial sudah yang dipegang oleh umat Islam,” imbuhnya.

Lulusan universitas Al Azhar Mesir dan Sarbonne University Perancis tersebut menambahkan bahwa saat ini terdapat 6 juta muslim di Perancis dan terdapat 2 orang menteri dan 1 orang gubernur yang beragama Islam selain jabatan-jabatan penting lainnya.

Namun demikian, bukan berarti mereka tanpa tantangan. “Banyak dari orang Barat yang salah mengerti tentang Islam dan banyak juga orang Islam yang salah faham tentang Barat dan dalam ini, kita tercabik-cabik ditengah-tengah,” tambahnya.

Kepada Rozy Munir yang mewakili PBNU, ia juga menanyakan mengapa banyak orang Indonesia yang belajar ke Arab Saudi, padahal disana merupakan pemeluk mazhab Hanafi yang keras. Ia mengungkapkan “Seharusnya muslim Arab Saudi yang belajar ke Indonesia dengan Islamnya yang toleran.”

Dalam hal ini Rozy Munir mengatakan bahwa belajar ke negeri Arab adalah untuk pengkayaan pengetahuan dan dalam hal ini tidak mempengaruhi kebiasaan warga NU dengan tradisinya yang kuat. “Ketika mereka pulang ke Indonesia mereka tetap memegang tradisi yang telah tertaman dalam jiwa mereka,” ungkapnya.

Anggota Panwaslu pusat tersebut mencontohkan profil Menteri Agama Said Agil Al Munawwar dan anggota Syuriah NU KH Said Agil Siradj yang keduanya belajar di Arab Saudi selama 13 tahun, tetapi hal itu tidak merubahnya menjadi orang yang radikal.

Selanjutnya Rozy Munir juga menjelaskan bahwa NU di Indonesia memiliki peran untuk menjembatani Islam garis keras dengan pihak pemerintah yang tentu saja dikenal lebih sekuler dan NU juga menyatakan diri tidak setuju dengan adanya negara Islam sehingga bisa diterima oleh negera.

Tentang mengapa Islam di Indonesia dapat berkembang dengan jalan damai, dosen fakultas ekonomi Universitas Indonesia tersebut mengungkapkan bahwa syiar Islam di Indonesia berkembang dengan menyesuaikan diri dengan budaya lokal.

Mantan menteri BUMN tersebut memberi contoh dengan perubahan simbol-simbol agama Hindu seperti jimat kalimosodo menjadi kalimat syahadat, juga penghargaan terhadap keyakinan agama Hindu ketika itu dengan tidak menyembelih sapi saat hari raya kurban tetapi diganti dengan kerbau karena sapi merupakan hewan yang dihormati umat Hindu. Hal inilah yang menghindarkan diri dari konflik antar agama di Indonesia.

Hadir dalam acara tersebut yang mewakili PBNU adalah Ketua PBNU Rozy Munir, Ketua Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Junaidi Ali serta dari International Conference of Islamic Scholar (ICIS) Iqbal Sullam dan Niam.(mkf)

 


Terkait