Jakarta, NU.Online
Tujuan isra mi'raj adalah untuk memperlihatkan kepada Muhammad tanda-tanda kebesaran Allah dan tanda-tanda kebesaran Allah adalah menjadikan manusia yang sadar, manusia yang tahu harga dirinya, manusia yang tahu tempatnya dalam kehidupan, demikian ungkap KH.Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam acara Istighotsah di PBNU, Kamis malam (25/09) di Gedung PBNU, Kramat Raya.
Semua itu bisa terjadi kalau kita bisa mengatur diri untuk menegakan demokrasi, mengatur kedaulatan hukum, meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, membuat pendidikan yang tinggi sehingga menjangkau semua orang. itulah makna dan konteks isra mi'raj yang sejati bukan hanya sekadar "menyelamatkan" nabi berangkat bermi'raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa saja, tapi ada konteks yang harus ditauladani dari perilaku nabi dalam membangun peradaban dan kesejahteraan bagi umatnya.
<>"Contohlah nabi, beliau itu sepanjang hidupnya selalu memikirkan orang lain, jadi kita harus meniru beliau," ungkapnya. Gus Dur mengatakan, Nabi Muhammad sepanjang hidupnya selalu memikirkan umatnya, tidak pernah memikirkan diri sendiri tapi selalu memikirkan kemaslahatan orang banyak. Kemudian ia menyebut sebuah ayat, wala talbishul haqqa bilbatil walla taktumul haqqa wa antum ta'lamum ..(jangan kamu campur antara yang benar dan yang salah dan jangan tutup-tutupi barang yang benar jika kamu tahu.) "Jadi semua sudah jelas dalam ajaran Al-qur'an karenanya kita tinggal menjalanknya," terang Mustasyar PBNU ini.
Kemudian bagaimana mentransformasikan kesadaran mi'raj itu dalam penegakan kebajikan dan nilai demokrasi. Menurut Gus Dur, demokrasi dapat dijalankan dengan penegakan hukum agar tidak terjadi seperti yang sekarang ini bahwa kedudukan hukum hanya simbol belaka. "Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, bagi yang terbukti melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dan tindakan kejahatan, hendaknya diberikan hukuman yang setimpal," kata Gus Dur.
Ia menegaskan pentingnya arti kedaulatan hukum, karena di Indonesia dan umumnya negara-negara berkembang, hal ini masih sangat langka. Justru pada umumnya pemerintahan yang bersifat korup mudah sekali melakukan pelanggaran hukum dan di sini konstitusi hampir-hampir diabaikan. Pernyataan kitab suci al-qur’an: “Wahai kaum Muslimin, tegakkanlah keadilan dan jadilah saksi bagi Tuhan, walaupun mengenai diri salian sendiri” (Yaa Ayyuha Alladzina Amanu Kuunu Qawwamina bi al-Qisthi Syuhada’a li Allahi walau ‘Ala Anfusikum), ternyata belum sepenuhnya diikuti oleh umat Islam sendiri. Yang lebih senang dengan capaian duniawi yang penuh ketidak-adilan, dengan meninggalkan ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh kitab suci agama mereka sendiri.
"Bayangkan dengan kekayaan alam yang melimpah begini dengan penduduk yang begini bagus dan dengan begitu hebat segala-galanya kita ini termasuk bangsa termiskin di dunia," tanyanya. Semua ini terjadi karena ada miss manajemen, salah urus di negeri kita. karena itu harus ada yang melakukan koreksi, itu akan terjadi koreksi-koreksi kepada pimpinan kalau demokrasi berjalan. "Nah demokrasi itu landasanya kedaulatan hukum dan perlakuan yang sama kepada semua warga negara di hadaan undang-undang. jadi tidak kecil tidak besar kalau salah harus ditindak," tandasnya.
Jadi hikmah isra mi'raj selain mentransformasi sikap kesadaran juga menguji kesabaran yang berorientasi kepada kemaslahatan (bermanfaat) untuk umum. "Orientasinya adalah kemaslahatan umum. Setiap pemerintah harus selalu diukur apakah dia menegakkan kemaslahatan umum atau tidak," tegas Gus Dur. Dan kewajiban kita sebagai warga negara melakukan introspeksi bersama-sama untuk membangun bangsa yang baik," ucap Gus Dur yang masih terlihat kelelahan setelah menghadiri undangan dari Malaysia. (Cih)