Warta

LIPI Kuatirkan Munculnya Revolusi

Senin, 22 Desember 2003 | 13:00 WIB

Jakarta, NU.Online
Benturan antara kekuatan lama yang anti demokrasi dengan kekuatan reformasi bisa berujung pada munculnya suatu revolusi, demikian hasil evaluasi politik 2003 dan proyeksi politik 2003 yang dilakukan oleh para peneliti dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

"Revolusi bisa terjadi karena makin melebarnya kesenjangan antara harapan rakyat dan realitas politik," kata Ikrar Nusabakti pada seminar refleksi akhir tahun 2003, di Jakarta, Senin.

<>

Ia mengatakan munculnya muka-muka lama yang dianggap penentang reformasi juga dapat memperbesar munculnya revolusi tersebut. Sementara kalangan reformis yang menjadi kekuatan revolusi tesebut berasal dari LSM prodemokrasi dan kelompok mahasiswa. "Benturan antara masyarakat yang menginginkan keadaan aman seperti masa lalu dengan kelompok proreformasi dapat menimbulkan suatu ketegangan sosial," kata Ikrar.

Ikrar mengatakan hampir tidak ada kemajuan berarti dalam kinerja politik eksekutif, yudikatif, dan legislatif, baik di pusat maupun di daerah sepanjang tahun 2003. Kecenderungan yang ada, para politisi dan pejabat pemerintah lebih melembagakan kepentingan pribadi dan kelompok ketimbang komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih," katanya.

Selain itu, kata dia, korupsi dan politik uang cenderung makin meluas dan sistemik. Hampir tidak ada upaya serius yang bersifat terencana dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk memberantas korupsi, katanya.

"Hal itu tercermin dari pandangan kontroversial Presiden Megawati bahwa seolah-olah penindakan terhadap koruptor sebagai pelanggaran HAM," katanya.

Ikrar juga menyebutkan, menjelang Pemilu 2004 hampir tidak ada upaya kekuatan pendukung reformasi untuk meningkatkan kerjasama dan konsolidasi di antara mereka.

Ikrar mengatakan, karena tokoh yang dianggap reformis masih terperangkap untuk saling menggembosi satu sama lain maka terbuka peluang yang sangat besar dari kekuatan anti demokrasi untuk mengkosolidasikan diri dan bahkan mengambil alih kepemimpinan nasional pada 2004.

"Fenomena munculnya Siti Hardiyanti Rukmana sebagai capres dan maraknya partai-partai kaki tangan Orba, seperti Partai Karya PeduliBangsa, Partai Demokrat, dan Partai Golkar sendiri, mencerminkan dengan jelas kecenderungan tersebut," imbuh Ikrar Nusabakti.(cih)


 


Terkait