Warga diimbau tidak membuang limbah hewan qurban berupa kotoran dan isi perut sembarangan karena mencemari sumber air tanah. Limbah sebaiknya diolah menjadi pupuk tanaman yang berguna bagi para petani.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kulon Progo, Endang Purwaningrum mengatakan isi perut dan kotoran hewan qurban mengandung banyak bakteri berbahaya, seperti E.Coli, yang bisa menyebabkan penyakit diare. Apabila limbah ini dibuang sembarangan ke sungai atau aliran air, maka bisa mencemari sumur-sumur di sekitarnya.<>
Endang melanjutkan, Rabu (25/22), limbah hewan qurban juga akan menimbulkan bau tidak sedap sehingga mengundang kehadiran lalat. Padahal, seperti diketahui, serangga ini merupakan hewan penyebar berbagai penyakit menular seperti disentri dan kolera.
Warga sebaiknya menyediakan tempat khusus untuk menampung limbah hewan qurban. Limbah tersebut bisa ditempatkan di dalam drum bekas atau kolam. Dengan tambahan bahan baku lain seperti tetes tebu atau gula jawa, limbah difermentasi menjadi pupuk.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) DIY, Slamet juga menyarankan para petani untuk bersedia menampung limbah isi perut dan kotoran hewan ternak dari takmir masjid. Isi perut bisa dijadikan pupuk cair yang tidak hanya memiliki kandungan nitrogen tinggi, tapi juga unsur hara lain dan mikroba yang berfungsi menggemburkan lahan.
Apalagi tahun depan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi akan dinaikkan oleh pemerintah. Pupuk limbah hewan qurban bisa menjadi cadangan bagi petani yang tidak mampu membeli urea atau pupuk lain yang harganya mahal.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kulon Progo, Agus Langgeng Basuki, petani diharapkan bisa mengembangkan pupuk organik dalam skala yang lebih besar. Penggunaan pupuk organik tidak hanya mengurangi ketergantungan petani kepada produsen, tapi juga memperbaiki kondisi tanah dan mutu produk pertanian. Saat ini pasar sangat menghargai produk-produk pertanian organik dan berani membayar mahal untuk bisa mengonsumsinya.
"Kalau perlu, mulai Idul Adha tahun ini, petani memproduksi pupuk organik dalam skala lebih besar untuk menyuplai kebutuhan petani-petani di daerah lain," ujar Agus.
Harga pupuk organik cenderung lebih terjangkau, yakni sekitar Rp 4.500-Rp 5.000 per karung ukuran 30 kilogram. Untuk satu hektar lahan sawah rata-rata dibutuhkan 200 kilogram pupuk kandang, sehingga biaya produksi dari segi pemakaian pupuk bisa kurang dari Rp 50.000 per hektare. Anggaran ini hanya seperlima dari total biaya yang dikeluarkan petani jika menggunakan pupuk urea, yakni mencapai Rp 250.000 per hektare sawah. (kcm/sam)