Jakarta, NU Online
Banyaknya korban bencana tsunami di Aceh menyebabkan terjadinya kesulitan bagi upaya penguburan normal seperti penggunaan kain kafan, memandikan janazah, dan juga mensholati.
Dalam hal ini, beberapa pengurus PWNU Aceh meminta fatwa bagaimana mensikapi kondisi darurat tersebut. “Ulama disana juga meminta fatwa dari sini yang masih bisa berfikir dengan jernih karena kondisi mereka saat ini kelelahan, baik secara fisik dan psikis,” tandas Khatib Aam PBNU Prof. Dr. Nazaruddin Umar.
<>Masalah tersebut sudah dibicarakan bersama melalui telepon antara beberapa kyai, termasuk Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz, KH Ma’ruf Amin, dan juga Khatib Syuriyah PWNU Jawa Timur. “Dicapai kesimpulan bahwa dalam kondisi darurat, mayat bisa dikuburkan tanpa menggunakan kain kafan asalkan auratnya tertutupi. Dhaurat itu bisa membenarkan sesuatu yang tadinya tidak dibenarkan,” tambahnya.
Untuk menutup aurat tersebut, bisa digunakan kain apa saja, kain sarung dan lainnya. Bahkan kalau merujuk kitab fikih, tanah liatpun bisa digunakan untuk menutupi daerah sekitar kalamin, yang penting tidak kelihatan auratnya. “Kaidahnya adalah aurat mayat adalah hak allah, jadi bukan hak manusia sehingga harus dibungkus,” tambahnya.
Biasanya bagi umat Islam, jika seseorang meninggal maka langsung dikuburkan hari ini juga. Dalam kejadian seperti ini, masih banyak mayat yang beberapa hari meninggal dan sampai saat ini belum bisa dikuburkan. Guru Besar UIN tersebut menceritakan bahwa Rasulullah meninggal hari Senin dan dikuburkan hari Rabu, demikian juga beberapa sahabat yang baru dikuburkan hari ketiga.
“Secara umum boleh dengan jaminan tidak membusuk, tidak dimakan hewan, tidak mencemari lingkungan dan tetap terurus, misalanya kalau disimpan dikamar tertutup untuk kepentingan otopsi, dicari keluarga, dll. Tapi sekarang kan kan darurat, sehingga semampunya,” tandasnya.
Untuk anggota badan yang berupa potongan-potongan juga harus dikuburkan seperti tubuh yang utuh. “Dimandikan, dibungkus, dikuburkan, kalau misalnya bisa diidentifikasi bersama anggota tubuh lainnya, yaa harus dikuburkan bersama-sama,” imbunya.
Kuburan massal juga diperbolehkan. Hal ini mengacu pada perang uhud dimana para tentara yang mati juga dikuburkan secara bersama-sama, bahkan dengan pakaian yang melekat pada dirinya.(mkf)