Jakarta, NU Online
Tidak perlu dipersoalkan kenapa ada yang melakukan sholat tarawih sebanyak dua puluh tiga (23) rakaat, dan ada pula yang sebelas (11) rakaat. Keduanya sama saja, karena itu tinggal pilih yang mana, terserah bagi yang mau menjalani. Dan yang penting dalam bulan Ramadhan yang harus direnungkan bukan jumlah sholat tarawih melainkan bagaimana semua orang bisa berlomba saling tolong menolong.
Demikian pesan-pesan Khotbah tarawih yang disampaikan Ketua Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama (LDNU) KH. Drs. AN Nuril Huda di mushollah Annahdiyah Graha PBNU, Jakarta, Jumat (15/10).
<>Menginjak tarawih hari kedua, jamaah tarawih di mushollah Annahdiyah tampak bertambah banyak dibanding dengan hari pertama. Bertindak sebagai imam sholat tarawih pada malam ini Muhammad Ichwanuddin Alhafidz (orang yang hafal ayat suci Al-Quran), sedangkan KH. Drs. AN Nuril Huda sebagai penceramah.
Dalam ceramahnya di depan ratusan jamaah sholat tarawih, kiai yang biasa dipanggil dengan Kiai Nuril ini mengingatkan agar jamaah tarawih tidak mempersoalkan jumlah sholat tarawih yang tidak hanya satu jenis. “Sholat tarawih memang ada dua macam, ada yang dua puluh tiga rakaat dan ada pula yang sebelas rakaat. Tentu di dalamnya sudah termasuk shalat witir yang masing-masing tiga rakaat,”kata Kiai Nuril.
Nuril pun menjelaskan kenapa harus ada dua jenis shalat tarawih. Menurut dia, pada saat Rasulullah Muhammad belum wafat, sholat tarawih dilakukan sebanyak sebelas rakaat. “Namun sejak beliau wafat, shalat tarawih tidak pernah dilakukan lagi, baru kemudian dijalankan kembali pada masa Khalifah Umar Bin Khatab. Khalifah Umar pun mengajak umat Islam untuk menjalankan shalat sunnah dua puluh rakaat dan ditambah tiga rakaat shalat witir pada bulan Ramadhan,”kata Kiai yang pesan-pesan ceramahnya diselingi dengan humor.
Itulah alasannya, kata Nuril, kenapa di mushollah Annahdiyah jumlah shalat tarawih yang dilakukan sebanyak dua puluh tiga rakaat. “Memang sholatnya agak lama, karena itu harus dilakukan dengan sabar. Paling-paling hanya satu jam,”kata Nuril.
Nuril pun membandingkannya dengan Rasulullah Muhammad yang menjalankan sholat malam minimal dua setengah jam. “Makanya, ibadah itu butuh latihan, kalau tidak dilatih, sholat tarawih yang lamanya satu jam saja akan terasa lama dan melelahkan,”tutur Nuril.
“Pada zaman sekarang memang orang lebih suka nonton KDI (Kontes Dangdut Indah: Red.), lebih suka nonton Siti yang bintang KDI,”kata Nuril. “Kalau dilatih, tentu sholat tarawih sebanyak dua puluh tiga rakaat pun akan terasa ringan, sama ringan dengan kalau orang nonton KDI berjam-jam lamanya,”tambah Nuril.
Makanya, Nuril mengajak jamaah untuk melatih anak-anaknya yang masih kecil, untuk turut sholat tarawih. “Nggak apa-apa kalau hanya bisa dua atau empat rakaat. Yang penting momentum puasa perlu juga digunakan untuk melatih anak-anak beribadah,”kata Nuril.
Nuril pun melanjutkan, supaya anak-anak rajin sholat tarawih, bisa dirangsang dengan dibelikan baju koko, sarung dan peci. “Harganya murah, di Tanah Abang hanya Rp 4 ribu,”tandas Nuril.
Agar tidak percuma, dalam ceramahnya Nuril mengajak jamaah untuk menjalankan puasa secara ikhlas dan melatih kesabaran. “Dengan puasa, dosa-dosa kita kepada Allah SWT akan diampuni. Jangan sampai absen tarawih, karena puasa tinggal dua puluh delapan (28) hari lagi,”kata Nuril disambut tawa jamaah tarawih.
Namun, Nuril mengingatkan, bahwa dosa yang diampuni dengan jalan puasa adalah hanya dosa-dosa kepada Allah SWT, bukan dosa sebab mencuri atau korupsi. “Untuk mencuri atau korupsi, dosanya tidak akan diampuni sebelum orang yang melakukannya itu mengembalikan hasil curiannya kepada yang berhak memiliki,”kata Nuril tegas.
Karena itu, Nuril mengajak jamaah untuk meningkatkan perbuatan baik, seperti tolong menolong terhadap yang tidak berpunya.(Dul)