Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jember Syamsul Arifin tidak terlampau percaya terhadap tingkat kesetiaan Partai Keadilan Sejahtera terhadap Negara Kesatuan RI yang majemuk. Ia sepakat, PKS adalah bagian dari kelompok Wahabi Islam yang berjuang melalui jalur konstitusional.
"PKS berubah dibandingkan saat awal dulu, Dakwah bil hal (dakwah melalui contoh perbuatan) mereka cukup bagus. Sekarang mereka agak melunak, mau datang ke tahlilan dan mauludan. Tapi menurut saya itu taqiyah (samaran) saja," kata Syamsul yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Amin Ambulu, di sela-sela acara Konser Musik Religi, yang digelar 9-10 Agustus.<>
Syamsul menilai, kelompok Islam seperti PKS alot benar untuk menyetujui NKRI. "Walau tidak menentang, ada benang merah antara HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), PKS, dan FPI (Front Pembela Islam)," katanya seperti dilansir beritajatim.com.
Penerapan perda-perda syariat di luar Jawa merupakan bentuk perjuangan kelompok Islam Wahabi melalui jalur konstitusional. Partai-partai Islam moderat gagal menghadangnya. Di luar Jawa, paham wahabi memang tumbuh lebih subur daripada di Jawa.
NU sendiri kesulitan membendung paham Wahabi atau Islam bergaya Arab yang saat ini sedang berkembang di Indonesia. "NU sulit digerakkan, karena para kiai seperti raja-raja kecil. Mungkin juga karena kebebasan berijtihad, sehingga ikatannya menjadi longgar," kata Syamsul.
Sementara itu, apa yang dilakukan PKS sebenarnya menjadi tradisi NU namun tak pernah dilakukan warga Nahdliyyin sendiri. Syamsul mencontohkan halakoh (kelompok-kelompok kecil belajar) yang justru kurang dikembangkan di NU. "PKB kalau bertemu yang dibahas masalah politik, sementara PKS justru masalah pemikiran," katanya.
Tanggl 12-13 Agustus mendatang, para pengasuh pondok pesaantren akan bertemu di Darul Ulum Jombang untuk membahas ancaman radikalisme keagamaan ini. Syamsul datang mewikili Pondok Pesantren Al-Amin akan menekankan agenda kebudayaan sebagai langkah menanggulangi radikalisme Islam.
Pendekatan budaya akan membuat Islam lebih bisa diterima dan toleran. "Ini tugas kita semua, tugas para kiai kampung yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jangan kecolongan. Kita imbau kiai-kiai di daerah melakukan syiar Islam dengan budaya. Pendekatan budaya akan membuat Islam awet," kata Syamsul.
Syamsul mencontohkan para wali yang pandai membuat nilai-nilai agama sebagai kultur. Ketika nilai-nilai menjadi budaya, maka orang mau tak mau akan melaksanakannya. Pelaksanaan Islam tidak menonjolkan formalistas belaka. (mad)