Banda Aceh, NU Online
Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menegaskan, kemakmuran bangsa Indonesia sebenarnya ada di lautan, namun potensi besar itu hingga kini belum digali secara optimal karena orientasi pemberdayaan ekonomi rakyat masih terfokus di daratan.
"Sumber daya kelautan Indonesia, terutama yang terkandung di perairan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), memiliki potensi yang cukup besar dan jika dikelola dengan profesional serta menggunakan tehnologi maka hasilnya bisa memberikan kemakmuran bagi bangsa," katanya di Kabupaten Aceh Besar, Minggu.
<>Ketika meresmikan operasional Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) PT. Bumi Srilayan Aceh, ia berharap agar Provinsi NAD dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam sistem pengelolaan sumber daya kelautan.
"Ini dimungkinkan karena PT Bumi Srilayan Aceh merupakan model pertama di Indonesia sebagai badan usaha milik rakyat. Saham terbesar, yakni mencapai 50 persen, merupakan milik dari seribu nelayan miskin," kata Menteri.
Rokhimin menyebutkan, BUMR PT Bumi Srilayan Aceh itu merupakan suatu kegiatan terpadu sejak dari proses penangkapan, penanganan hasil sampai kepada pemasaran. Jadi nanti berapapun produksi nelayan maka harganya tetap terjamin atau memadai.
"BUMR tersebut juga sangat bermanfaat untuk memberi kesempatan nelayan yang selama ini sebagai pekerja menjadi pemilik, sehingga ada mitra kerja dan tidak menimbulkan pasar gelap, dengan arti kata ada ikan harga tinggi banyak ikan harga jatuh. Industri terpadu seperti PT Bumi Srilayan Aceh itu maka diharapkan bisa berkembang usaha-usaha ikutan lainnya di Aceh," tambah dia.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan menyerahkan lima unit kapal dan sebuah pabrik es kepada kelompok eluarga nelayan miskin, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai di provinsi berpenduduk sekitar 4,2 juta jiwa tersebut.
Kelima kapal dan pabrik es yang diserahkan kepada kelompok nelayan itu akan digunakan sebagai penyertaan modal usaha pada BUMR PT Bumi Srilayan Aceh. BUMR itu berbasis usaha perikanan tangkap yang bersifat terpadu dan moderen, baik dari hulu hingga ke hilir.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NAD, T Said Mustafa, menjelaskan bahwa modal awal BUMR itu sebesar Rp27,2 miliar dan kepemilikannya terdiri dari kelompok nelayan miskin 50 persen, Pemerintah Provinsi NAD 20 persen dan kelompok pengusaha 30 persen.
Sedangkan bantuan dari Pemerintah Provinsi NAD sebesar Rp2,4 miliar itu berupa tiga unit kapal penangkap ikan dengan kapasitas 49 GT, katanya.
Ia merincikan, seribu nelayan yang memiliki saham di BUMR itu berasal dari 17 kabupaten/kota di NAD, dengan rincian Banda Aceh (24 orang), Aceh Besar (133 orang), Pidie (92 orang), Bireuen (45 orang), Aceh Utara (61 orang), Lhokseumawe (41 orang), Aceh Timur (116 orang) dan Langsa (36 orang).
Kemudian Aceh Tamiang (67 orang), Aceh Jaya (46 orang), Aceh Barat (68 orang), Nagan Raya (20 orang), Abdya (55 orang), Aceh Singkil (20 orang), Sabang (16 orang) serta Simeulu (46 orang).
Ke depan, PT Bumi srilayan Aceh merencanakan dapat mengoperasikan sekitar 100 unit armada penangkap ikan berkapasitas antara 30-50 GT, yang akan dilengkapi peralaratan tangkap seperti Purse Seine dan Tuna Long Line.
Tahap pertama ini, kata T Said Mustafa, perusahaan tersebut mengoperasiikan delapan unit kapal berkapasitas 40-55 GT dengan alat tangkap purse seine dan tuna long line.(mkf/an)