Surabaya, NU Online
Pengamat politik Dr Kacung Maridjan MA menilai muktamar ulang PKB yang digagas 57 kiai peserta Munas Alim Ulama DPP PKB versi Alwi Shihab-Saifullah Yusuf di Surabaya merupakan solusi yang lebih ideal, tapi hal itu sulit direalisir.
"Saya kira dengan muktamar akan ideal, karena proses berjalan lebih fair dan tidak akan menguntungkan salah satu pihak yang bertikai, tapi saya hal itu sulit direalisir, karena kubu Gus Dur tentu tidak akan mau," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.
<>Dalam pertemuan informal di Surabaya pada Jumat (27/5) malam, para kiai merekomendasikan penggelaran muktamar ulang PKB sebagai koreksi terhadap pelaksanaan Muktamar II PKB di Semarang, sekaligus sebagai cara mengupayakan islah (rujuk/perdamaian).
Menurut doktor alumnus Australian National University (ANU) itu, pintu islah sebenarnya sudah tertutup setelah Ali Masykur Moesa bersedia masuk ke dalam kubu Gus Dur-Muhaimin Iskandar dan Khofifah Indar Parawansa masuk ke kubu Alwi Shihab-Saifullah Yusuf.
"Sekarang tinggal Mahfud MD, tapi hal itu berarti akan semakin sulit, karena itu muktamar ulang yang di dalamnya mengandung sharing position akan merupakan mekanisme yang paling mungkin untuk rekonsiliasi," katanya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengatakan muktamar ulang akan berarti kedua kubu benar-benar ingin membesarkan PKB, namun kedua kubu tampaknya memilih jalan sendiri-sendiri.
"Saya kira, Gus Dur-Muhaimin merasa benar karena didukung 84 persen peserta muktamar di Semarang, meski dianggap proses ke arah itu dianggap penuh rekayasa dalam kepanitiaan oleh kubu Alwi Shihab-Saifullah Yusuf," katanya.
Namun, katanya, kubu Alwi Shihab-Saifullah Yusuf juga merasa benar, karena didukung dua wilayah yang merupakan "basis" PKB yakni Jatim dan Jateng dengan kontribusi di DPR RI mencapai 70 persen dari seluruh anggota FKB di DPR RI, apalagi ulama seperti KH Abdullah Faqih juga mendukung.
"Secara kasar, kedua kubu memiliki kekuatan imbang yakni di kubu Muhaimin ada Gus Dur, sedangkan di kubu Alwi Shihab ada DPW PKB Jatim, DPW PKB Jateng, dan KH Abdullah Faqih serta ulama sepuh lainnya," katanya.
Oleh karena itu, katanya, jika konflik yang terjadi antar kedua kubu dibiarkan tanpa rekonsiliasi tentu akan melahirkan perpecahan partai di kalangan ulama itu dan hal itu juga berarti PKB akan semakin kecil serta rawan terjadi perebutan massa di akar rumput saat pemilu.
"Saya kira ada solusi lain yang tidak ideal tapi dapat menghindari perpecahan yakni antara memilih Gus Dur-Muhaimin Iskandar melakukan resafel ’kabinet’ atau memilih Alwi Shihab-Saifullah Yusuf untuk mendirikan parpol baru," katanya.
Ia menyatakan negosiasi untuk kemungkinan adanya resafel dan hal itu dapat dilakukan melalui Mahfud MD yang bisa berperan menjadi penengah dalam konflik itu untuk memasukkan orang-orang dari kubu Alwi Shihab-Saifullah Yusuf ke dalam kubu Gus Dur-Muhaimin, kecuali Ketua Dewan Syuro dan Ketua Umum Dewan Tanfidz yang dipilih muktamar.
"Hal itu sama halnya dengan reposisi yang pernah dilakukan DPP PKB terhadap Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf melalui rapat pleno antara Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz tanpa menunggu muktamar lagi. Jadi, pilihannya, apakah mereka ingin membesarkan PKB atau merusak PKB," katanya.(ant/mkf)