Pengasuh pondok pesantren Assuniyah Sokaraja Banyumas, KH Imam Munhir MSi, mengingatkan agar masyarakat tidak menjadi budak perkembangan zaman. Hendaknya masyarakat mampu mengantisipasi perkembangan zaman dengan menyelaraskan antara keunggulan ilmu pengetahun teknologi (iptek) dan keluhuran iman dan takwa (imtak).
“Kita tidak bisa menghindar dari perkembangan zaman, tapi jangan sampai kita menjadi budaknya,” pesan KH Imam Munhir MSi saat memberikan taushiyah pada pengajian umum peringatan Isro Miroj tingkat Kabupaten Brebes di Pendopo Bupati, Rabu (7/7) malam.<>
Menurutnya, bekal untuk menjadi pengelola zaman, antara lain dengan menguasai Iptek dan keluhuran Imtak. Artinya, kita di dunia harus mampu memiliki ilmu, beribadah yang tekun, tidak banyak melanggar dosa, menjaga kesehatan dan memiliki harta yang cukup.
Kiai ini melihat fenomena yang makin diperbudak dengan perkembangan zaman. Terbukti kita lebih banyak mengotak-atik tuts telephon seluler atau remote control televise ketimbang memutar tahbih untuk berdzikir. “Coba, lebih banyak mana kita pegang tasbih atau remote?” tanya Kiai yang disambut dengan tawa pengunjung.
Perkembangan teknologi, juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang berupaya mengacaukan umat Islam. Seperti kemunculan Lomba membuat gambar kartun Nabi, sosialisasi orang yang mengaku jadi nabi dan penyiaran ajaran secara fanatic oleh islam trans nasional.
Sebagaimana memahami peristiwa Isro Mi’roj, lanjut Kiai, tidak cukup hanya dengan telaah ilmu dan teknologi tapi dengan kedalaman iman. Bila tidak dilandasi dengan keimanan, maka akan dipelintir oleh musuh-musuh islam dengan kecanggihan teknologi.
Perlunya mengantisipasi perkembangan zaman, agar malaikat yang turun ke bumi senantiasa yang membawa rahmat bukan laknat. Bila kita jadi budak perkembangan, yang timbul adalah kejahatan akan meraja lela, kemungkaran dan kemaksiatan dilakukan terbuka. Akibatnya Malaikat turun ke bumi dengan membawa laknat membuncahkan bencana. “Tapi Allah SWT telah berjanji, bila asma Allah dan Nabi Muhammad SAW masih terus bergema, akan diberi rahmat bukan laknat. Amin,” ungkap Kiai Imam.
Untuk menghadapi kehidupan di dunia, lanjutnya, harus pula terhindar dari dua penyakit. Yakni memiliki kekayaan yang mengubah dirinya melanggar berbagai peraturan dan kemiskinan yang melupakan ibadah. Harta yang mendorong kita melanggar aturan dan kemiskinan yang melupakan ibadah, sama-sama penyakit. “Yang merupakan nikmat, adalah harta yang cukup namun barokah,” terangnya.
Semua hal yang terjadi sekarang ini, kita memang sangat sulit untuk menghadapinya tapi harus tawakal. Dalam arti, pasrah kepada Allah SWT tapi dengan tetap berusaha semaksimal mungkin.
Ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Brebes Drs KH Rosyidi bersyukur, warga Brebes masih terus bias memperingat Isro Miroj. Tapi jangan sampai terjadi ironisme. “Malamnya memperingati Isro Miroj yang nota bene mengandung perintah shalat, malah paginya tidak bisa shalat subuh, karena disambung nonton bola,” kelakarnya.
Kiai Rosyidi selaku panitia berharap, selepas peringatan Isro Miroj bisa tercipta budaya shalat dengan ada bekas sujud. Bekas sujud tidak berarti hanya keningnya berwarna hitam saja. “Tapi yang lebih utama adalah diwujudkannya nilai-nilai shalat dengan impelementasi akhlakul karimah (ahlaq terpuji,red) dalam kehidupan bermasyarakat,” harapnya.
Sementara, asisten III Setda Brebes H Athoillah SE yang membacakan sambutan Bupati Brebes berharap Isro Miroj bisa dijadikan momentum terpatrinya jiwa mengabdi pada Illahi. Perjalanan Nabi Muhammad SAW yang penuh penderitaan dan perjuangan ternyata berbuah shalat. “Lewat shalat, bisa menjadi senjata untuk meraih kemenangan,” ungkapnya.
Shalat, lanjutnya, membawa diri kita menjadi orang yang egaliter, beradab, beretika dan berkedamaian. “Shalat bisa menjadi segalanya, sebab segalanya berawal dari kesalihan ritual shalat,” pungkasnya. (was)