Kairo, NU Online
Dentum genderang meggetarkan dinamika Masyarakat Indonesia di Mesir (Masisir) seiring dengan dideklarasikannya Said Agil Siradj Center pada tanggal 31 Juli 2003 di gedung pertemuan Solah Kamil Kairo oleh Rais Suriyah PBNU Prof. Dr. Said Aqil Siradj, MA.
Lembaga yang kemudian berstatus sebagai Badan Otonom (BO) PCI NU Mesir ini akan menggarap secara intensif terhadap wacana yang pernah digulirkan tokoh muda NU (Kang Said), pada tahun 90-an lalu yaitu tentang pembaharuan konsep aswaja yang terekam dalam Qonun Asasi, karya monumental Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, sebuah konsep aswaja yang telah membumi dan menjadi paradigma warga Nahdliyin.
<>Para aktifis muda NU Mesir yang tergabung dalam SAS ini pun memulai kegiatannya. pada Jumat (12/09/2003) sore. Diskusi perdana diselenggarakan dengan mengangkat topik hukum waris dalam prespektif Muhammad Syahrur. Bertindak sebagai presentator dalam diskusi ini, Dr. Mustafid Dahlan, Rais suriyah PCI NU Mesir, dan Mujahidin Muhayan sebagai pengantar teoritisnya.
Dalam kacamata Syahrur, Alquran adalah kainunah (the being) karena ia berasal dari Dzat yang maha mutlak (baca; Allah), maka secara otomatis Alquran pun bersifat mutlak, taken for granted, dan tidak dapat diganggu gugat. Bahkan, lebih jauh dia mengatakan bahwa hadits adalah tak lebih dari sebuah usaha awal yang dilakukan oleh Nabi Saw untuk memahami dan mengkontekstualisasikan makna Alquran yang mutlak dan sarat dengan nilai-nilai universalitas.
Dengan paradigma semacam ini, Syahrur mencoba untuk membaca kembali Al Quran terutama ayat-ayat yang berkaitan dengan washiyah dan waratsah. Dia menawarkan konsep al-tasawi (persamaan) dalam pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada marginalisasi dan subordinasi yang dialamatkan kepada satu pihak, dalam hal ini kaum hawa. Dengan konsep ini diharapkan antara laki-laki dan perempuan mandapat harta waris yang seimbang. Inilah salah satu konsep keadilan yang ditawarkan oleh Syahrur dalam karyanya, “Nahwa Ishul Jadidah Li al-Fiqh al-Islami”
Suasana diskusi yang diselenggrakan di kediaman Prof. Dr. Nur Shomad Kamba, MA ini, semakin menghangat ketika Kang Jamal –sebutan akrab Jamaluddin Ahmad Khaliq- mulai mempresentasikan makalahnya yang bertajuk “Study Kritis Pemikiran Syahrur dalam Prespektif Fiqh Klasik”. Kang Jamal mengalamatkan kritikan dan beberapa catatannya terhadap konsep yang ditawarkan Syahrur dengan menggunakan pisau analisis Fiqh klasik.
Terjadi pro kontra antara konsep hukum waris klasik yang dipresentasikan Kang Jamal dengan konsep baru yang digagas oleh Muhammad Syahrur. Disaat gencarnya tarik ulur dua pendapat dengan argumen yang sama-sama kuat, tiba-tiba suasana diskusi menjadi hening ketika terdengar suara adzan dikumandangkan. Maghrib pun tiba, diskusi ditunda selama beberapa menit untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Setelah shalat, diskusi dilanjutkan untuk beberapa menit kedepan dan selanjutnya diskusi diakhiri.
Acara dilanjutkan dengan sharing ide tentang agenda SAS ke depan. Mas Romli Syarqowi, Direktur Eksekutif SAS, tampak serius ketika memimpin sesi ini. Dia memberi kesempatan dari beberapa tokoh untuk urun rembug dalam masalah ini. Terlihat Bapak Nur Shomad Kamba, memberikan wejangan-wejangan berharganya berkaitan dengan SAS ke depan.
“Saya harapkan teman-teman yang tergabung dalam SAS, untuk benar-benar bekerja keras dalam membangun agenda kedepan terutama yang berkaitan dengan Aswaja,” ujar Shomad.
Di waktu yang sama Bapak Fadolan pun menaruh harapan besarnya kepada SAS ke depan, “Besar harapan saya bahwa SAS ke depan tidak hanya bermanfaat bagi warga Masisir saja, tetapi lebih dari itu, saya juga berharap agar dapat dirasakan kontribusi positifnya bagi warga Indonesia,” tegas Fadolan, salah satu pengurus Suriyah PCI NU Mesir. (Uln)