Surabaya, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHA Hasyim Muzadi mendesak pemerintah untuk menunda kunjungan kerja ke Malaysia, sampai protes Indonesia ditanggapi.
"Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri harus menyampaikan protes, karena Malaysia tidak hanya sekali ini mencederai hubungan diplomatik," katanya di Surabaya, Kamis.
<>Usai menghadiri peresmian kantor PWNU Jatim yang dilakukan Wakil Presiden (Wapres) HM Jusuf Kalla, ia mengemukakan hal itu, terkait pemukulan wasit karate kelas Internasional asal Indonesia, Donald Peter LK oleh empat oknum Polisi Malaysia.
Menurut dia, bila pemerintah tidak melakukan protes, maka Indonesia akan berbenturan dengan Malaysia untuk selamanya. Pasalnya, "gangguan" dilakukan Malaysia itu cukup banyak.
"Misalnya, masalah TKI, pulau-pulau terluar (Sipadan-Ligitan), kawasan perbatasan, ’illegal logging’, sebutan Indon, kasus wasit Donald Peter LK. Dan saya kira akan berlanjut terus," katanya menegaskan.
Oleh karena itu, katanya, protes Indonesia kepada pemerintah Malaysia harus dilakukan secara komprehensif dan pemerintah harus mengirim Menlu untuk menyampaikan protes itu.
"Selama protes kita belum ditanggapi dan belum ada jaminan tidak akan terulang, maka pejabat Indonesia lebih baik untuk menunda dulu rencana kunjungan kerja ke Malaysia," katanya.
Ditanya tentang aksi demontsrasi dan "sweeping" (razia) yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat terhadap warga Malaysia di Indonesia, ia mengemukakan bahwa hal itu bersifat reaktif dan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.
"Menlu harus mengambil langkah-langkah untuk membuat Malaysia tidak berbuat semena-mena terhadap bangsa kita. Kalau kita tidak tegas dan berani, maka Malaysia akan terus mengganggu kita," katanya.
Menurut dia, PBNU sendiri sudah menyampaikan protes melalui NU Cabang Istimewa di Malaysia untuk diteruskan kepada pemerintah Malaysia.
Gedung Graha PWNU Jatim yang diresmikan itu dibangun sejak 30 Juli 2004 dan mulai ditempati 20 Januari 2007 dengan tiga lantai senilai Rp11,8 miliar, namun bangunan seluas 3.600 meterpersegi di atas lahan seluas 5.600 meterpersegi itu baru terbayar Rp7 miliar lebih. (ant/eko)