Warta

Godaan Politik Kekuasaan Jadikan Ulama Terdegradasi

Jumat, 18 Februari 2005 | 03:07 WIB

Kediri, NU Online
Akibat seringkali terjebak dalam kungkungan politik berorientasi kekuasaan, eksistensi ulama dewasa ini semakin terdegradasi hingga dalam kondisi sangat memprihatinkan. Demikian diungkapkan Pengasuh Ponpes Al Falah KH Nurul Huda Djazuli di depan sekitar 5.000 warga nahdliyyin yang memadati kompleks Ponpes Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur, Jumat dinihari.

"Bagaimana tidak, antara ulama satu dengan ulama lainnya sekarang ini sudah tertanam rasa saling curiga. Karena diantara para ulama itu sendiri saat ini sama-sama punya kepentingan pribadi," ujar pria yang karib disapa Gus Huda. Padahal, lanjut Kyai Huda, seharusnya ulama itu menjadi panutan bagi umat dalam seluruh aspek kehidupan.

<>

"Bukan malah berebut dan gegeran di antara para ulama itu sendiri. Sehingga jangan heran jika masyarakat sekarang ini menilai ucapan seorang ulama dilatarbelakangi adanya kepentingan tertentu," ujarnya dalam acara Haul KH Djazuli Utsman, pendiri Ponpes Al Falah.

Lebih lanjut Kyai Huda menyatakan bahwa selama perilaku para ulama hanya dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu jangan harap persatuan dan kesatuan umat akan terwujud. Sedang KH Hamid Baidlowi, Pengasuh Ponpes Al Wahdah, Lasem, Rembang, Jateng dalam kesempatan tersebut juga menandaskan bahwa pondok pesantren merupakan benteng terakhir dalam kehidupan beragama. "Sehingga sangat disayangkan jika ternyata kalangan ponpes justru terjebak dalam dunia politik," katanya seperti dikutip ANTARA.

Sementara ketika disinggung tentang figur ulama yang patut sebagai Ketua Tanfidz DPP PKB dalam kongres di Semarang, Jateng, April mendatang, baik KH Nurul Huda maupun KH Hamid Baidlowi menyerahkan sepenuhnya kepada peserta kongres."Namun kalau bisa sekarang ini sudah waktunya ada regenerasi untuk menghindari adanya anggapan selama PKB dipegang seseorang justru semakin ruwet, mbulet dan lain sebagainya," timpal Kyai Huda.

Menurut dia selama ini PKB sudah jauh dari kultur dan tradisi ’ahlussunnah wal jamaah’ karena lebih mengutamakan unsur pragmatisme demi kepentingan elit politik di tubuh partai berlambang jagat itu.

Menanggapi itu, sebelumnya secara terpisah ketua PBNU, H. Ahmad Bagdja mengatakan sebagai partai terbuka yang di dalamnya tidak hanya terdapat kader-kader NU, PKB ke depan harus mengurangi ketergantungan pada NU selaku organisasi yang membidani kelahirannya namun lebih dapat berkembang sendiri. "PKB harus mengembangkan diri secara mandiri, jangan terus menerus menggantungkan diri pada NU, apalagi PKB ’kan partai terbuka," katanya.

Namun demikian, tambah Bagdja, karena sebagian besar konstituen PKB merupakan warga NU maka diharapkan kepemimpinan PKB mendatang dapat menciptakan komunikasi yang harmonis dengan NU, termasuk memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada warga NU kalangan bawah. "Itu juga artinya PKB harus mengedepankan kultur dan tradisi berpolitik "ahlu sunnah wal jama'ah" dan menghindari pragmatisme politik," imbuh Bagdja. (cih)


 


Terkait