Surabaya, NU Online
Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Abdullah Azwar Anas mengunjungi kantor Badan Pelaksana Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di Surabaya, Sabtu, untuk melakukan "evaluasi" apa yang sudah dan belum dilakukan BPLS.
Dalam kunjungan itu, Abdullah Azwar Anas ditemui dua deputi BPLS yakni Deputi Bidang Operasional BPLS M Soffian Hadi Djoyopranoto dan Deputi Bidang Sosial BPLS Sutjahjono Soejitno.
<>"Kami mencari data dan masukan tentang apa yang sudah dan belum dilakukan BPLS, sebab DPR pasca interpelasi Lumpur Lapindo telah merekomendasikan tim pemantau DPR untuk melakukan check list terkait penanganan lumpur hingga kini," katanya.
Menurut Mantan Ketua Umum IPNU ini, penanganan lumpur Lapindo itu terkait dengan empat faktor yakni policy makro, pengorganisasian, instrumen, dan fakta di lapangan. "Instrumen yang dimaksud antara lain BPLS," katanya.
Oleh karena itu, katanya, dirinya bertanya kepada BPLS tentang apa yang sesungguhnya muncul di lapangan. "Minggu (26/8), saya dan kawan-kawan akan menemui sejumlah pengamat dan 300-400 korban lumpur di Posko Gus Dur untuk maksud yang sama," katanya.
Ditanya tentang data dan masukan yang diterima dari BPLS, ia mengatakan tampaknya belum ada kejelasan peta tanggungjawab BPLS dengan Lapindo, sampai dimana, sampai kapan, dan meluas sampai kemana.
"Tampaknya ada inkonsistensi Lapindo Brantas Inc, karena itu BPLS minta ada kejelasan tentang peta tanggungjawab dan kejelasan tentang dana atau anggaran. Janji Lapindo agaknya banyak yang tak dipenuhi, misalnya pelayanan kesehatan," katanya.
Ia menambahkan interpelasi DPR yang diperjuangkan FKB sebenarnya bukan untuk mendistorsi presiden tapi untuk mengontrol percepatan penanganan lumpur dengan parameter yang dapat diukur, sehingga gagal-tidaknya penanganan lumpur dapat dievaluasi.
Dalam pertemuan yang "gayeng" (akrab) itu, kedua deputi BPLS mengaku senang atas kunjungan anggota DPR RI ke BPLS, karena wakil rakyat selama ini tidak pernah melihat secara langsung tentang apa yag sudah dilakukan BPLS dan apa kesulitan BPLS di lapangan.
Secara terpisah, Deputi Bidang Operasional BPLS M Soffian Hadi Djoyopranoto mengatakan pihaknya saat ini memfokuskan penanggulangan lumpur untuk "me-manaj" aliran lumpur agar peta terdampak tidak semakin meluas.
"Untuk penutupan, kami masih menunggu investigasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam perut bumi. Kalau underground blow out tentu dapat diatasi dengan relief well, tapi kalau mud vulcano cukup di-manaj," katanya.
Senada dengan itu, Deputi Bidang Sosial BPLS Sutjahjono Soejitno mengatakan penanganan sosial korban lumpur agak lambat akibat berbagai penyebab, diantaranya tidak adanya kejujuran warga, adanya warga yang menolak ganti rugi secara parsial, dan adanya warga yang tidak mau mengurus ganti rugi lewat RT, dan banyak lagi.
"Intinya, penanganan sosial di kawasan lumpur itu memerlukan keselarasan tiga pihak yakni pemerintah, Lapindo, dan masyarakat. Kalau ada salah satu yang nggak sejalan tentu akan tersendat-sendat," katanya. (ant/eko)