Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan aliran yang sesat lebih terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Ketuhanan (tauhid) dalam Islam.
"Kalau untuk urusan yang nontauhid, sejauh ini tidak menjadi masalah. Hanya saja adanya tuntutan masyarakat yang mengkhawatirkan keberadaan JAI di wilayah mereka menjadi pertimbangan utama MUI dalam mengambil keputusan," ujar Ketua Komisi pendidikan MUI, Marwan Sarijo.
<>Ia menambahkan kasus-kasus Ahmadiyah ini merupakan kasus lama yang kerap timbul di berbagai wilayah di Indonesia. Sampai saat ini, diakuinya, pemerintah dan tokoh agama cukup mengalami kesulitan dalam mencari titik temu persoalan yang ditimbulkan oleh aliran tersebut.
Secara pribadi, Marwan menilai sikap yang lebih kontemporer dalam menilai suatu permasalahan berkaitan pemahaman keagamaan sah-sah saja untuk dilontarkan seseorang atau sekelompok orang. Hal itu, lanjut dia, boleh dilakukan sepanjang tidak mempertentangkan hal-hal esensial dalam Islam, seperti akidah dan tauhid.
"Pemikiran-pemikiran yang bersifat pembaharuan seperti yang dilontarkan Cak Nur (Nurcholis Madjid), Musdah Mulia, Ulil Abshar dan banyak tokoh Islam lainnya sah-sah saja sepanjang bukan tauhid dan akidah yang dipertentangkan di sana," ujar Marwan.
Sebagai Ketua Komisi Pendidikan MUI, terkait kasus JAI tersebut, Marwan menyatakan bahwa sikapnya sama dengan apa yang dikeluarkan oleh MUI beberapa waktu lalu.(mi/Die)