Jakarta, NU.Online
International Conference of Islamic Scholars(konperensi Internasional Cendekiawan Islam se-dunia telah dibuka Presiden Megawati Soekarnoputri pada hari Senin, 23 Pebruari 2003 pada pukul 10.00 WIB di JHCC.Melalui konferensi yang akan berlangsung dari tanggal 23 s.d. 26 Pebruari ini nantinya diharapkan akan menghasilkan deklarasi bersama dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui pengembangan Islam sebagai agama yang Rahmatan Lilalamin,”Kata Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dalam konferensi pers seusai mengikuti acara pembukaan ICIS.
Didampingi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Hasyim Muzadi, Wirajuda juga menjelaskan bahwa tujuan dari ICIS adalah untuk melakukan rekonstruksi pemikiran keagamaan yang bisa mempererat hubungan antar agama dan antar bangsa,”kata Wirajuda tegas.
Rupanya penjelasan Wirajuda menggelitik para wartawan yang hadir untuk menanyakan alas an pemerintah yang dinilai menganut system sekuler tetapi bersedia bekerjasama dengan organisasi keagamaan seperti NU dalam mengatasi ketegangan dunia. Mendapat pertanyaan seperti itu Wirajuda pun berdiplomasi,”Sekuler di Indonesia itu tidak seratus persen sama dengan pengertian sekuler di Barat,”jawab Wirajuda. Selain itu, Wirajuda mengajak para wartawan melihat kembali sejarah berdirinya Republik Indonesia yang konstitusi dasarnya meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa.
<>Masih dalam acara konferensi pers yang sama, Ketua Umum PBNU K.H. Hasyim Muzadi mengatakan, konferensi ini juga akan merumuskan program-program aksi yang dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan gerakan Islam yang rahmatan lil alamin, “kata K.H. Hasyim Muzadi. Hal ini dinilai oleh K.H. Hasyim Muzadi penting sebab sejak meletus serangan 11 September, ketegangan antara Timur dan Barat nyaris tak meredah. “Nah, konperensi ini juga bertujuan meredahkan ketegangan antara Timur dan Barat,”Kata Kyai Muzadi.
Namun Kyai Muzadi mewanti-wanti dengan mengatakan,“usaha perumusan visi bersama antar cendekiawan Islam se-dunia itu dalam mengembalikan Islam sebagai agama yang moderat, tetap tidak meninggalkan persoalan yang menjadi sumber ketegangan yaitu keadilan,”papar Kyai Muzadi.
Kyai Muzadi juga menjelaskan, dalam rangka menggalang perdamaian itu, pihaknya telah melakukan pendekatan dengan Libya, Iran, dan Syuriah, dan ternyata mereka setuju,”katanya. Nah, dalam konferensi yang dibagi menjadi tiga komisi pembahasan; Islam dan pendidikan, Islam dan ekonomi, dan media. Semua ulama yang hadir akan menjadikan hasil pembahasan sebagai dasar deklarasi.
Uniknya, menurut Kyai Muzadi, konperensi ini tidak mengundang Negara dengan Negara tetapi people to people. “Karena selama ini tak jarang terjadi perbedaan antara aspirasi rakyat atau umat dengan pemerintah. Karena itu konsep pelibatan peserta dalam konperensi ini berbeda dengan Organisasi Konperensi Islam (OKI),”kata Kyai Muzadi memaparkan.
Jika alasan kesedian pemerintah bekerjasama dengan NU dalam penyelenggaraan konperensi ICIS dilatarbelakangi adanya kesamaan dengan kebijakan luar negeri pemerintah dalam menghadapi tantangan dunia muslim modern. NU berharap agar hasil-hasil yang diproses dalam ICIS dapat bermanfaat untuk melanggengkan kedamaian di Indonesia, dan dunia secara utuh.Semoga.(Doel)