Warta

CBDRMNU Turut Wakili Indonesia di KTT Perubahan Ikim Kopenhagen

Selasa, 15 Desember 2009 | 06:22 WIB

Jakarta, NU Online
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim ke-15 yang berlangsung di Kopenhagen Denmark merupakan momentum penting dalam upaya melindungi bumi dari dampak perubahan iklim yang merusak kehidupan masyarakat.

Indonesia sebagai negara tropis yang terpengaruh pada fenomena perubahan iklim sangat berkepentingan pada perlindungan bumi dari aktifitas yang membahayakan. Tak heran, sejumlah delegasi dikirimkan untuk ikut dalam berbagai perundingan yang berlangsung pada 7-18 Desember ini.<>

Community Based Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama (CBDRMNU) sebagai lembaga penanganan bencana berbasis komunitas juga diikutkan oleh pemerintah sebagai bagian dari delegasi resmi.

Avianto Muhtadi, program manager CBDRMNU menjelaskan, ia merupakan perwakilan resmi Indonesia dalam perundingan pada aspek Mitigasi dengan pendekatan sektoral, adaptasi, capacity building, tata guna lahan, perubahannya dan kehutanan (LULUCF), penelitian dan observasi sistemik serta isu-isu methodologis dalam protokol Kyoto.

Berbeda dengan sejumlah delegasi lain yang telah berangkat dan turut dalam perundingan sejak awal. Ia baru berangkat ke Denmark Senin, 14 Desember lalu karena agenda perundingan yang diikutinya berada pada bagian akhir pertemuan.

“Kita sudah mengadakan berbagai pertemuan sebelumnya untuk menyusun draft yang akan dibawa ke Kompenhagen dan saya memberi masukan, khususnya terkait dengan pendekatan pada masyarakat lokal dan aspek religius dalam penanganan bencana,” katanya.

Beberapa usulan yang dibawa ke Denmark diantaranya, negara maju harus menunjukkan komitmen membantu negara berkembang khususnya dalam hal pendanaan adaptasi.

Selain itu, adanya Indonesia meminta komitmen seluruh pihak untuk membantu program adaptasi di negara berkembang khususnya negara yang paling rentan sesuai yang terdapat dalam konvensi. Aksi adaptasi meliputi seluruh program yang dapat mengurangi kerentanan dan membangun ketahanan seluruh sektor untuk menghadapi dampak negatif perubahan iklim khususnya aspek kelautan. Secara khusus, hasil akhir Kopenhagen harus mengarusutamakan keterkaitan antara isu kelautan dan perubahan iklim.

Usulan Indonesia bersama dengan 36 negara berkembang lainnya dalam konteks KP terkait dengan target penurunan emisi bagi semua negara Annex I adalah setidaknya sebesar 45% dari baseline 1990 pada tahun 2020 dan setidaknya dari 85% dari baseline 1990 pada tahun 2050. 

Indonesia juga memandang bahwa yang merupakan prioritas adalah dampak dari terjadinya perubahan iklim, namun demikian Indonesia juga memandang bahwa upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan iklim tidak boleh mengganggu proses pembangunan  berkelanjutan di negara berkembang. Karenanya terkait dengan response measures Indonesia dapat bersikap fleksibel terhadap mekanime pengaturan kelembagaan yang diusulkan oleh negara-negara penghasil minyak mengingat sekiranya lembaga ini disepakati, Indonesia dapat memperoleh manfaatnya terkait dengan posisi Indonesia sebagai penghasil energi fosil. 

Indonesia sangat menekankan pentingnya jaminan sumber pendanaan yang bersifat baru, tambahan, memadai, dapat diprediksi dan berkelanjutan. Dana publik dari negara maju seharusnya menjadi sumber utama bagi mekanisme pendanaan multilateral baru yang akan dibentuk di bawah COP,  (mkf)


Terkait