Warta

Budaya Maulid Perlu Diarahkan Dukung Berantas Kemiskinan

Kamis, 20 Maret 2008 | 05:33 WIB

Mataram, NU Online
Dosen senior Fakultas Hukum, Universitas Mataram (Unram), Sudiarto menyatakan, budaya Maulid Nabi Muhammad SAW bagi masyarakat Lombok perlu diarahkan untuk mendukung pemberantasan kemiskinan, yang hingga kini masih menjadi masalah krusial.

"Tradisi perayaan Maulid sebagai lambang kecintaan serta penghargaan kepada Nabi belum menyentuh  akan kondisi kebutuhan masyarakat miskin, yang membutuhkan bantuan," katanya dalam polling pendapat yang digagas RRI di Mataram, Rabu.

<>

Sudiarto yang juga Koordinator perhimpunan Haji Nusa Tenggara Barat mengungkapkan pengalamannya, saat menyantuni anak didik murid istrinya di salah satu sekolah, di kawasan Labuhan Api, Kabupaten Lombok Barat.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Untuk mendorong anak-anak didiknya termotivasi mau sekolah, dirinya bersama dengan istrinya bertekad untuk memberikan bantuan guna kebutuhan kelengkapan sekolahnya, karena murid-murid tersebut relatif kurang beruntung.

Namun, betapa terkejutnya ketika pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad, dirinya bersama diundang ke rumah para orang tua murid. Karena pada saat perayaan Maulid itu, keluarga yang dikategorikan miskin tersebut "berpesta" dengan makanan yang melimpah.

Kondisi demikian itu sangat kontradiktif, seharusnya semangat perayaan  itulah yang diarahkan untuk mendukung pemberantasan kemiskinan, yang berakibat terpuruknya dunia pendidikan, kesehatan serta perekonomian  masyarakat di daerah ini.

Pola fikir sebagian masyarakat Lombok yang rela "berhutang" demi suatu pesta untuk perayaaan Maulid Nabi Muhammad harus sudah bisa diubah. Masyarakat diajak agar tidak cenderung konsumtif.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

"Sangat disayangkan bila keluarga yang kurang beruntung itu rela berkorban, bahkan ada yang menabung selama satu tahun hanya untuk suatu perayaan Maulid, sementara untuk biaya sekolah anak-anak tidak mampu," katanya.

Menurutnya, tradisi masyarakat Lombok (Sasak, red) dalam perayaan Maulid Nabi bukan hanya sekedar berfoya-foya dengan mengundang rekan-rekan ataupun keluarga lainnya untuk makan bersama.

Kesan "jor-joran" dalam perayaan Maulid Nabi tersebut, dengan menyembelih hewan ternak, serta menyediakan makanan yang secara berlebihan, sungguh jauh dari makna Maulid Nabi Muhammad itu sendiri.

"Kalau semangat perayaan Maulid Nabi dengan perayaan besar-besaran itu bisa diarahkan untuk pemberantasan kemiskinan di daerah ini, tentu masalah sosial yang hingga saat ini masih krusial, akan dapat teratasi secepatnya," katanya.

Hal senada juga disampaikan Muhammad, warga Kota Mataram, yang melihat bahwa saat perayaan Maulid Nabi itu, masyarakat di Lombok, khususnya di Kota Mataram, tanpa mengenal "kelas" (miskin ataupun kaya,red) terlihat larut dalam perayaan.

Keluarga masyarakat miskin yang selama ini  sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, terlihat dalam kegembiraan dengan berbagai panganan. Semangat demikian itu bila saja diarahkan secara benar, tentunya keterpurukan-keterpurukan yang ada dapat teratasi.

Dari pantaun, menjelang perayaan maulid Nabi Muhammad, harga kebutuhan pokok di pasar-pasar dipastikan adanya lonjakan harga, karena masyarakat berbondong-bondong untuk memborong berbagai bahan-bahan makanan, yang akan disajikan saat perayaan.

Untuk memenuhi kebutuhan akan perayaan  Maulid tersebut, tidak jarang ada anggota masyarakat yang rela menjual lahan ladang ataupun ternak sapi hanya demi suatu "pesta" maulidan.

Sehingga tidak jarang, seusai perayaan Maulid Nabi tersebut, ada masyarakat yang harus membanting tulang secara mati-matian, guna melunasi biaya yang digunakan untuk pesta perayaaan Maulid itu sendiri.

"Kebiasaan buruk demikian itulah yang seharusnya dihindari, dan semangat Maulid Nabi itu diarahkan untuk hal-hal yang sifatnya justru memberantas kemiskinan," demikian Sudiarto. (ant/din)


Terkait