Berbagai bencana yang terjadi selama ini lebih banyak karena perbuatan fasad atau perusakan alam yang dilakukan manusia sebagaimana dijelaskan dalam surat Ar Rum Ayat 41. Alqur’an mengingatkan agar manusia selalu menjauhi tingkah laku yang merusak baik di darat maupun di laut.
Penjelasan tersebut disampaikan Rais Syuriyah PBNU KH Hafidz Usman saat membuka kegiatan pertemuan nasional PWNU tentang pengarusutamaan pengurangan risiko bencana berbasis pesantren yang dilaksanakan oleh Community Based Disaster Risk Management Nandhlatul Ulama (CBDRMNU), yang merupakan lembaga penangangan lembaga b<>erbasis komunitas NU.
“Tingkat kerusakan alam saat ini sudah akut dan harus disikapi secara berjama’ah yaitu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga masyarakat,” katanya Jum’at (19/2) di Bandung.
Maka dari itu, lanjutnya, bentuk tanggung jawab ini diwujudkan dalam kegiatan positif untuk menjaga alam sehingga tetap lestari dan memberi manfaat kepada makhluk hidup yang ada diatasnya, bukan malah menimbulkan bencana.
NU sebagai organisasi sosial keagamaan mempunyai dasar teologis yang kuat untuk menjaga alam sehingga bisa megurangi risiko bencana yang diakibatkan karena kerusakan alam. Apalagi, lanjut ketua MUI Jabar ini, basis NU di pegunungan yang rentan longsor, di pesisir yang rentan banjir dan tsunami serta di pedesaaan sangat tepat
Seiring dengan apa yang disampaikan diatas, KH. Abbas Mu’in, salah satu ketua PBNU mengatakan, khidmah nahdliyah merupakan bagian dari Mukaddimah anggaran dasar NU menyerukan untuk pelayanan sosial sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
“Tapi niat baik tersebut harus didorong penguatan manajemen organisasi yang baik pula,” tegasnya.
Dalam upaya mersepon bencana, NU sampai saat ini masih belum terorganisir dengan baik karena bersifat parsial, sehingga syiar NU-nya kurang kuat. Strateginya melalui keberadaan wadah yang fokus pada kegiatan tersebut.
Program Manager CBDRMNU Avianto Muhtadi menjelaskan, kegiatan ini merupakan upaya pengarusutamaan program pengurangan risiko bencana di lingkungan NU. Program ini diharapkan menjadi bagian dari program PWNU yang dibuktikan dengan adanya kelembagaan dan rencana program PRB (Pengurangan Risiko Bencana).
“Pengelolaan PRB akan dapat dilakukan dengan baik apabila kapasitas kelembagaan kuat dan adanya SDM berkualitas serta dilakukan secara terstruktur dan sistematis di lingkungan Nahdlatul Ulama,” tandasnya.
Kegiatan ini juga akan merumuskan draft rekomendasi berkaitan dengan penanggulangan bencana di lingkungan NU, yang akan diusulkan pada forum muktamar ke-32 NU di Makassar pada 22-27 Maret mendatang.
Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari ini diikuti 40 orang peserta dari 17 PWNU yang masuk kategori rawan bencana, PCNU dari 3 kabupaten pilot project dan para koordinator program. Hadir dalam kegiatan tersebut Stacey Greene dari AusAID, KH Hafidz Usman, Bappenas, BNPB dan stakeholder lainnya. (mad)