Warta

Belanja Rokok 2.5 Lipat Biaya Pendidikan

Selasa, 25 Mei 2004 | 15:31 WIB

Jakarta, NU Online
Pengeluaraan belanja tembakau setiap perokok per bulan naik dari 8,0 persen pada tahun 1996 menjadi 13,3 persen pada 2003, kata peneliti dari Badan Pusat Statistik (BPS), Puguh Irawan.

"Kenaikan belanja rokok itu itu diikuti penurunan belanja beras, biaya pendidikan, dan kesehatan," katanya pada "Seminar Rokok dan Kemiskinan", di Jakarta, Selasa.

<>

Sesuai penelitian BPS 2003, penduduk Indonesia berbelanja rokok sebanyak 2,5 lipat dibanding pengeluaran biaya pendidikan, dan 3,2 kali lipat dibanding pengeluaran biaya kesehatan.

Sementara itu, sesuai data BPS 2003 seorang penduduk miskin dengan pendapatan Rp118.554 per kapita per bulan, mengeluarkan konsumsi rokok Rp948 per bulan.

Dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 37,4 juta orang pada 2003 berarti kontribusi konsumsi belanja rokok sebesar Rp3,96 trilyun atau 50 persen dari APBN untuk program penanggulangan kemiskinan Rp8 trilyun per tahun.

Menurut Puguh, peningkatan belanja rokok bagi penduduk miskin di Indonesia menyulitkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, karena mereka mengurangi biaya pendidikan dan kesehatan.

"Pemerintah dan seluruh komponen masyarakat agar menumbuhkan kesadaran perokok khususnya penduduk miskin atas kerugian merokok terhadap kesejahteraan keluarga dan kesehatan," katanya.  

Selain itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan kenaikan harga rokok dan pajak cukai rokok serta mengupayakan kebijakan diversifikasi kegiatan ekonomi pertanian tembakau dan pabrik rokok, sehingga kerugian ekonomi negara dapat diantisipasi.

Puguh menambahkan, pemerintah perlu mengeluarkan pelarangan merokok di tempat-tempat umum dengan disertai penegakan hukum yang tegas guna mengurangi jumlah perokok dan melindungi asap rokok bagi yang tidak merokok.    

Jumlah perokok Indonesia mulai usia 15 tahun ke atas pada 2003 mencapai 31,6 persen dari penduduk atau meningkat dibanding pada 1995 yang hanya 26,9 persen.(mkf/an)


 


Terkait