Batshul Masail ke-XXII yang digelar oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa dan Madura menghukumi haram hipnotis dengan menggunakan cara-cara sihir.
Yang menjadi fokus pembahasan dalam Pertemuan ratusan santri di Pondok Pesantren Darussalam Jajar, desa Sumbergayam, kecamatan Durenan, kabupaten Trenggalek tersebut adalah acara Uya Memang Kuya, yang di dalamnya terdapat pertunjukan hipnotis di sebuah stasiun televisi.<>
Pembahasan mengenai Hipnotis Ala Uya Emang Kuya dilakukan oleh Komisi B. Sesuai diskripsinya, acara yang berjudul Uya Memang Kuya tersebut seseorang yang telah setuju untuk dihipnotis disuruh menatap bandul sebuah lingkaran, kapas yang dibakar dan sebagainya.
Kemudian seketika itu matanya terpejam seperti orang yang tertidur. Dalam keadaan itu orang tadi, dilontari berbagai macam pertanyaan baik yang berkaitan dengan pribadi maupun orang lain yang ia ketahui tanpa menyembunyikan suatu rahasia apapun. Anehnya ia akan menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya tanpa menghiraukan apakah yang dibicarakan ada di sampingnya atau tidak.
Orang tersebut tunduk patuh terhadap perintah penghipnotis. Proses hipnotis dalam Uya Memang Kuya di samping mendapat izin dari pihak yang dihipnotis juga sebelum tayang telah diperlihatkan dan disensor oleh yang dihipnotis sendiri mana yang ditayangkan dan tidak.
Perwakilan dan Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya menyatakan, hukum hipnotis dipilah menjadi dua yakni sebagai berikut: Apabila menggunakan perantara yang dilegalkan syariat, seperti hipnotis modern yang mengakibatkan dampak seperti tidur, maka hukumnya diperbolehkan.
Tetapi, apabila menggunakan perantara cara-cara yang diharamkan seperti sihir, maka hukumnya haram. Hasil dari Batshul Masail tersebut juga menyatakan haram menyetujui untuk dihipnotis dan merelakan apa yang terjadi untuk ditayangkan di televisi dan orang itu melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti menceritakan kemaksiatan dan ifsya'ussirri (membuka rahasia) yang dipertontonkan sebagai hiburan.
Ditanya mengenai boleh dan tidaknya menggunakan sarana hipnotis untuk menguak sebuah kasus kriminal dan bagaimana konsekuensi hukumnya? FMPP memperbolehkan. Namun syaratnya hanya bisa digunakan untuk wasilah mencari bukti-bukti awal dalam penelusuran kasus, sebagaimana dilansir oleh beritajatim.com.
Bahkan menurut madzhab Maliki bisa digunakan untuk mencari qorinah yang mengantarkan kuatnya dugaan sebagai alat penetapan hukum. Rumusan tersebut adalah dalam pernyataan selain iqror. Sedangkan mengenai iqror, sementara belum disepakati musyawirin. (mad)