Jakarta, NU Online
Adanya beberapa pengurus harian Fatayat periode 2005-2010 hasil kongres ke XIII yang rangkap jabatan dengan pengurus harian Perempuan PKB tampaknya tak bisa ditoleransi oleh PBNU karena melanggar aturan PBNU No. 15 Tahun 2005 tentang perangkapan jabatan.
“Mereka diberi kesempatan untuk memilih selama satu bulan dan harus melepas salah satunya,” ungkap Ketua PBNU H Ahmad Bagdja yang bertugas membidangi Ansor dan Fatayat NU.
<>Dikatakannya meskipun pengurus harian tersebut dipilih oleh formatur hasil kongres, tetapi semua peraturan banom NU harus merujuk pada keputusan PBNU. Badan otonom memiliki otonomi untuk mengurus rumah tangganya sendiri, seperti dalam pemilihan pengurus. Tetapi untuk urusan ke luar, mereka diwajibkan mengikuti kebijakan PBNU, termasuk dalam hal rangkap jabatan.
Masalah interpretasi posisi yang dianggap rangkap jabatan juga masih belum satu kata. Ketua umum terpilih Maria Ulfa Anshor mengatakan bahwa posisi sekretaris umum yang dipegang oleh Ummi Khusnul, salah satu anggota dewan syuro PKB, tak rangkap jabatan. Namun Bagdja bependapat bahwa posisi tersebut tidak boleh dirangkap.
Secara tegas dalam aturan PBNU No. 15 Tahun 2005 pasal 5 dinyatakan “Jabatan Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Pengurus Harian Lembaga, Pengurus Harian Lajnah, dan Pengurus Harian Badan Otonom pada semua tingkat kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus Harian Partai Politik pada semua tingkatan.
Selanjutnya pada pasal 7 ayat 2 dinyatakan “Pengurus Harian di lingkungan Nahdlatul Ulama sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini yang terpilih harus mengajukan suarat pengunduran diri selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penetapan definitive jabatan pengurus harian partai politik dan atau organisasi yang berafiliasi kepadanya.(mkf)