Jakarta, NU Online
Dalam rangka kongres PMII ke XV yang akan datang, mantan ketua PMII tahun 1977-1980 H. Ahmad Bagdja mengharapkan agar kongres kali ini tak lagi membicarakan tentang model-model gerakan dan topik kajian tentang faham yang sifatnya global seperti liberalisme, sosialisme, islamisme dan lainnya.
“Saya kira ini tetap penting, namun demikian kiranya perhatian dialihkan pada sosialisasi dan transformasi nilai nilai yang dikandung PMII kepada masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaannya. Kerja PMII harus kongkrit disitu” tandasnya (19/05).
<>Dalam hal ini ada dua hal yang harus dilakukan, yang pertama ia harus menguatkan struktural organisasi yang harus kuat. Ini merupakan salah satu cara untuk bersaing dalam komunitas mahasiswa lainnya. Kedua adalah penghayatan terhadap kultur harus lebih luas dan proses tranformasinya harus lebih digalakkan. Jadi harus tumbuh orang PMII yang secara kultural gandrung pada perbaikan, lebih teraktualisasikan dalam masyarakat.
PMII juga harus membangun sebuah kesadaran tinggi bahwa proses ber PMII itu akan sangat panjang, tak mengenal berhenti dalam mengenal nilai dan mendewasakan masyarakat, tidak Cuma ketika menjadi pengurus.
“Ber-PMII harus secara kultural yang mana ia memiliki tanggung jawab moral. Ini yang diminta dari kita, dari generasi yang lebih tua. Kalau cuma ketika pengurus, ya mungkin selesai berperiode, secara struktural. Tapi secara kultural ia harus melakukan kerja-kerja yang lintas periode. Ini yang harus menjadi pegangan,” tambahnya.
Bagdja yang saat ini menjabat sebagai koordinator nasional Foksika (Forum Komunikasi dan Silaturrahmi) mengungkapkan bahwa PMII saat ini secara kuantitatif anggotanya makin banyak, kelembagaannya makin berkembang, di cabang, komisariat, di berbagai perguruan tinggi dibandingkan zaman tahun 1970-an.
Para anggotanya saat ini juga lebih beragam. Jika zaman dahulu sebagian besar datang dari pesantren, Aliyah atau IAIN yang memiliki latar belakang keagamaan yang memadai saat ini telah mulai berkembang. Saat ini mereka datang dari basis pendidikan yang umum, masuk perguruan tinggi umum juga yang sedikit sekali tersentuh dengan pemikiran mendasar keagamaan, khususnya nilai yang patut dikembangkan PMII.
“Yang harus tetap diingat adalah melalui kongresnya dia harus tetap berpijak nilai-nilai asal muasal kejadiannya, yaitu meskipun secara organisatoris tak terikat dengan NU, tetapi ia juga mengemban misi NU seperti dirumuskan dalam Nilai Dasar Pergerakan,” imbuhnya.
Namun demikian, Bagdja menilai tampaknya sosialisasi faham ahlusunnah wal jamaah hanya dalam formal training, padahal yang harus dilakukan PMII adalah proses tranformasi nilai sehingga ketika menyerap ilmu yang lain dasarnya harus dari situ.
Bagdja menjelaskan bahwa PMII memiliki tiga keterikatan yang meliputi keterikatan sebagai sebagai umat Islam, keterikatan sebagai pemuda bagian dari generasi muda Indonesia dan keterikatan ketiga adalah sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu.
“Yang saya tekankan adalah tanggung jawab dia sebagai generasi muslim yang memiliki kewajiban untuk mengembangkan nilai-nilai keislaman. Ini berarti disamping sebagai organisasi yang dibangun dari PB sampai komisariat juga sebagai komunitas kultural yang semestinya harus berupaya agar kultur, tradisi, nilai yang menjadi nafas ruh harus teraktualiasasikan dalam kehidupan sehari-hari,’ tegasnya.
Kalau dilihat dari konteks ini, PMII memiliki lahan yang cukup untuk dia berinteraksi mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat yang lebih luas karena keasamaan kultur dengan masyarakat NU.
Terdapat persamaan kultural antara PMII dan NU, kedua tokoh PMII pada umumnya tak jauh dengan NU baik secara kultur atau struktur, banyak yang menjadi pengurus NU. “Buat kiprah kemasyarakat saya kira tak sulit dan orang NU akan menerima ketika disebut dari PMII,”
Pada periode kepemimpinannya Ketua PBNU tersebut menjelaskan bahwa dalam aktifitas sehari-hari, hubungan dengan NU, dengan kyai, alim ulama sangat erat. PMII selalu diikutkan dalam berbagai acara NU seperti bahsul masail, munas, dan lainnya. PMII dulu juga memiliki departemen dakwah yang melakukan kerja interaksi dalam masyarakat, tentu dakwah yang dilakukan juga berbeda.(mkf)