Jakarta, NU Online
Awal bulan puasa Ramadhan 1429 H nanti dimungkinkan berbeda karena persoalan lama yakni perbedaan metode dalam penentuan awal bulan dalam kalender Hijriyah.
Berdasarkan metode hisab bulan sudah pasti akan mewujud pada Ahad petang tanggal 31 Agustus 2008, dan dengan demikian awal bulan akan jatuh pada hari Senin. Namun belum tentu hilal atau bulan sabit bisa dirukyat atau dilihat pada hari Ahad sehingga sebagian umat Islam bisa jadi akan mengawali puasa pada hari Selasa.<>
“Jika bulan tidak bisa dilihat pada hari Ahad maka NU dan organisasi lain yang mendasarkan penentuan awal bulan pada rukyat akan memulai puasa pada hari Selasa. Sementara Muhammadiyah sudah menetapkan puasa jatuh pada hari Senin,” kata Sekretaris Lajnah Falakiyah PBNU Nahari Muslih, di Jakarta, Kamis (7/8).
Data dalam almanak PBNU yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah menyebutkan, peristiwa ijtima’ atau konjungsi pada awal Ramadhan akan jatuh pada Ahad Legi, tanggal 31 Agustus 2008, pukul 02.57 WIB.
Sementara hilal atau bulan sabit pada petang harinya sudah mencapai ketinggian 50 48' dengan posisi miring ke selatan selama 26 menit 31 detik di atas ufuk, dan cahaya hilal mencapai besaran setengah jari.
Pada posisi seperti itu hilal mestinya sudah dapat dirukyat. Namun jika beberapa tim rukyat yang diterjunkan di semua titik di Indonesia tidak berhasil melihat hilal maka NU dan organisasi yang mendasarkan awal bulan pada rukyatul hilal akan memulai puasa pada dua hari berikutnya (Selasa).
“NU selalu mendasarkan penentuan awal bulan pada rukyatul hilal sesuai dengan dalil nash yang ada. Namun rukyatul hilal yang diperhitingkan tidak harus dilakukan oleh kalangan NU sendiri. Lajnah Falakiyah juga akan menerima hasil rukyat dari organisasi lainnya dan terutama Departemen Agama,” kata Nahari.
Ditambahkannya, jika terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, maka sangat dimungkinkan akan terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Syawal atau hari raya Idul Fitri 1429 H. (nam)
Awal bulan puasa Ramadhan 1429 H nanti dimungkinkan berbeda karena persoalan lama yakni perbedaan metode dalam penentuan awal bulan dalam kalender Hijriyah.
Berdasarkan metode hisab bulan sudah pasti akan mewujud pada Ahad petang tanggal 31 Agustus 2008, dan dengan demikian awal bulan akan jatuh pada hari Senin. Namun belum tentu hilal atau bulan sabit bisa dirukyat atau dilihat pada hari Ahad sehingga sebagian umat Islam bisa jadi akan mengawali puasa pada hari Selasa.<>
“Jika bulan tidak bisa dilihat pada hari Ahad maka NU dan organisasi lain yang mendasarkan penentuan awal bulan pada rukyat akan memulai puasa pada hari Selasa. Sementara Muhammadiyah sudah menetapkan puasa jatuh pada hari Senin,” kata Sekretaris Lajnah Falakiyah PBNU Nahari Muslih, di Jakarta, Kamis (7/8).
Data dalam almanak PBNU yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah menyebutkan, peristiwa ijtima’ atau konjungsi pada awal Ramadhan akan jatuh pada Ahad Legi, tanggal 31 Agustus 2008, pukul 02.57 WIB.
Sementara hilal atau bulan sabit pada petang harinya sudah mencapai ketinggian 50 48' dengan posisi miring ke selatan selama 26 menit 31 detik di atas ufuk, dan cahaya hilal mencapai besaran setengah jari.
Pada posisi seperti itu hilal mestinya sudah dapat dirukyat. Namun jika beberapa tim rukyat yang diterjunkan di semua titik di Indonesia tidak berhasil melihat hilal maka NU dan organisasi yang mendasarkan awal bulan pada rukyatul hilal akan memulai puasa pada dua hari berikutnya (Selasa).
“NU selalu mendasarkan penentuan awal bulan pada rukyatul hilal sesuai dengan dalil nash yang ada. Namun rukyatul hilal yang diperhitingkan tidak harus dilakukan oleh kalangan NU sendiri. Lajnah Falakiyah juga akan menerima hasil rukyat dari organisasi lainnya dan terutama Departemen Agama,” kata Nahari.
Ditambahkannya, jika terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, maka sangat dimungkinkan akan terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Syawal atau hari raya Idul Fitri 1429 H. (nam)
