Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Said Aqil Siradj menjelaskan bahwa di dunia ini terdapat dua aliran Ahmadiyah. Aliran Punjab atau lebih dikenal dengan Qodian yang memang mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad merupakan nabi dan kitabnya At Tadzhkiroh merupakan wahyu.
Menurut versi ini, Nabi Muhammad merupakan khotamunnabiyyin, artinya nabi yang sempurna. Tetapi bukan berarti tidak ada nabi yang sesudahnya karena khotam itu maknanya cincin, bukan pamungkas. “Ini yang oleh para ulama ditolak dan dianggap sesat, termasuk di Indonesia melalui keputusan MUI,” tandasnya.
<>Selanjutnya, karena ada anggapan sesat maka muncullah gerakan reformasi Ahmadiyah di Lahore Pakistan. Mereka tidak mengatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Tetapi sekedar imam mahdi yang memahami agama dengan baik. Ia memiliki kitab at tadzkiroh. Bukan wahyu, tapi sekedar ijtihad.
“Kalau memang benar sekedar imam mahdi dan At Tazkiroh bukan wahyu itu boleh-boleh saja. Benar atau tidak itu lain soal, asal tidak mengatakan nabi, wahyu dan mengatakan dirinya ma’sum. Kalau sekedar wali, itu mahfudz, artinya terjaga” imbuhnya.
Sesalkan Penyerbuan
Lulusan Universitas Ummul Quro Makkah tersebut juga berpendapat Ahmadiyah sesat. Tetapi cara pendekatan dengan pengrusakan tersebut yang disesalkannya. “Perilaku anarkhis dengan melempari batu itu tidak islami. Saya mengatakan ahmadiyah aliran sesat, tetapi harus dengan cara Islami. Jangankan dengan ahmadiyah, dengan orang Kristen, dengan orang non muslim pun tidak boleh seperti itu,” tegasnya.
Dikatakannya bahwa Ahmadiyah dalam hal lain sama. Sholat lima kali, haji ke Mekkah, artinya tidak ada penyimpangan. “Yang kita anggap menyimpang itu mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad. Tetapi bukan berarti mereka menganggap Muhammad kurang sempurna. Tetapi masih ada lagi nabi yang melanjutkan,” imbuhnya.(mkf)