Warta

46,9 Persen Santri Beda Pilihan Gubernur dengan Kiai

Kamis, 9 Agustus 2007 | 00:00 WIB

Surabaya, NU Online
Sebanyak 46,9 persen dari 486 santri yang berasal dari 13 pesantren besar di Jawa Timur, ternyata berbeda pilihan politik dengan kiai/ulama dalam pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim pada 2008.

Hal itu merupakan kesimpulan dari hasil penelitian tim Komunitas Tabayyun, yang dikemukakan ketua tim peneliti, Prof Dr H Nur Syam MSi (Pembantu Rektor I IAIN Sunan Ampel Surabaya) dalam sebuah diskusi di Surabaya, Rabu.<>

"Kecenderungan santri mengikuti arahan kiai dalam Pilgub Jatim 2008, ternyata 49,8 persen santri cenderung mengikuti kiai, tapi 46,9 persen santri cenderung tidak mengikuti kiai. Jadi, santri dapat berbeda dengan kiai dalam politik," ungkaknya.

Ke-13 pesantren yang diteliti adalah Pondok Pesantren (PP) Lirboyo Kediri, PP Tebuireng Jombang, PP Darussalam Banyuwangi, PP Raudlotul Ulum Jember, PP Daru Ulum Jombang, dan PP at-Taqwa Pasuruan.

Selain itu, PP Nurul Jadid Probolinggo, PP Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo, PP Langitan Tuban, PP Sunan Drajat Lamongan, PP Sidoresmo Surabaya, PP an-Nuqoyah Sumenep, dan PP Syaichona Cholil Bangkalan.

Menurut sosiolog IAIN Surabaya itu, 316 santri menyatakan pilihan politiknya cocok dengan pilihan kiai, tapi 154 santri atau sekitar 32 persen menyatakan pilihan politiknya tak cocok dengan pilihan kiai.

"Yang menarik, 278 santri merasa tak bersalah bila pilihan politiknya berbeda dengan kiai. Sedangkan 193 santri merasa bersalah bila pilihan politiknya berbeda dengan kiai. Itu membuktikan kiai bukan lagi referensi politik santri," ungkapnya.

Hasil itu, katanya, menunjukkan ada tiga kategori pesantren yakni pesantren politik, pesantren non-politik, dan pesantren moderat.

"Pesantren politik itu pesantren yang kiainya aktif dalam politik dan santrinya tahu politik, sedangkan pesantren non-politik sebaliknya. Pesantren moderat itu pesantren yang berpolitik sekali waktu dan bisa berganti-ganti pilihan politik," paparnya.
Menanggapi hasil itu, pengamat politik Unair Surabaya, Prof Kacung Marijan MA PhD selaku pembanding dalam diskusi itu menyatakan, pilihan politik dalam penelitian yang dilakukan setahun atau setengah tahun menjelang Pilgub itu berbeda.

"Kalau setahun menjelang Pilgub, saya kira pilihan politik belum merupakan keputusan yang final (decision), karena hal itu akan dapat berbeda dalam pilihan politik jika penelitian dilakukan lagi pada setengah tahun menjelang Pilgub," tegasnya.

Menurut dia, pilihan politik menjadi keputusan final itu sangat bergantung empat faktor, yakni karakteristik individu (gender, umur), "political sophisticated" (kecanggihan berpolitik karena pendidikan, informasi), kampanye, dan subyektifitas.

"Khusus warga NU, saya melihat independensi santri dalam pilihan politik itu sangat ditentukan akur-tidaknya kiai dalam berpolitik. Karena itu, independensi santri pada tahun 1970-an berbeda dengan tahun 1999 ke atas, sebab tahun 1999 ke atas banyak perpecahan kiai dalam politik, sehingga santri makin independen," ucapnya. (ant/eko)


Terkait