Syariah

4 Golongan yang Tidak Berhak Menerima Wasiat Menurut Hukum Islam

Sabtu, 17 Mei 2025 | 09:00 WIB

4 Golongan yang Tidak Berhak Menerima Wasiat Menurut Hukum Islam

4 orang yang tak berhak menerima wasiat (NUO - Amien).

Pada saat seseorang mendekati akhir hayatnya, wasiat menjadi salah satu media terakhir untuk meninggalkan jejak kebaikan atau pesan mendalam yang diharapkan dapat memberikan manfaat. Namun terdapat aturan yang melingkupi siapa yang layak menerimanya. Sangat disayangkan jika pesan itu batal atau bahkan melanggar hukum hanya karena penerimanya tidak memenuhi syarat.
 

Lalu siapa saja yang tidak diperkenankan menerima wasiat, dan mengapa?
 

Syarat Penerima Wasiat

Sebagaimana akad pada umumnya, wasiat juga terikat pada sayarat-syarat tertentu. Pada kaitannya dengan penerima wasiat (musha lah) ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  1. penerima wasiat harus merupakan orang yang keberadaannya dapat dipastikan dan masih hidup ketika wasiat dibuat,
  2. identitasnya jelas dan tidak ambigu, dan
  3. memiliki kapasitas hukum untuk memiliki atau menerima harta sesuai dengan aturan yang berlaku.
     

Dalam kitab Syekh Nawawi Banten menyebutkan beberapa syarat yang dimaksud:
 

اُشْتُرِطَ فِي الْمُوْصَى لَهُ أَيْضًا كَوْنُهُ مَوْجُوْدًا مَعْلُوْمًا أَهْلًا لِلْمِلْكِ
 

Artinya, "Penerima wasiat (musha lah) haruslah orang yang: ada secara nyata, diketahui dengan jelas, dan memiliki kelayakan untuk memiliki harta." (Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr: t.th.], halaman 278).
 

Larangan Wasiat untuk Maksiat

Selain syarat penerima wasiat, wasiat sendiri memiliki satu prinsip penting yang bersifat mengikat, yaitu tidak boleh digunakan untuk kemaksiatan. 
 

Dalam aturan hukum Islam, wasiat dilegalkan karena memberi kesempatan berbuat baik bagi seseorang di akhir hayatnya. Jika seseorang berwasiat untuk kemaksiatan, maka hal itu sangat bertentangan dengan dasar legalitasnya.
 

Yِahya bin Abil Khair Al-'Imrani menjelaskan:
 

وَلَا تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ بِمَا لَا قُرْبَةَ فِيهِ، كَالْوَصِيَّةِ لِمَنْ يَرْتَدُّ عَنِ الدِّيْنِ، وَيَقْطَعُ الطَّرِيْقَ. ... لِأَنَّ ذَلِكَ إِعَانَةٌ عَلَى الْمَعْصِيَةِ، وَالْوَصِيَّةُ إِنَّمَا جُعِلَتْ لِاكْتِسَابِ الْحَسَنَاتِ
 

Artinya, "Wasiat tidak sah jika berkaitan dengan hal yang tidak punya nilai mendekatkan diri (kepada Allah) di dalamnya, seperti wasiat untuk seorang yang murtad dari agama, orang yang membegal di tengah jalan … karena semua itu adalah bentuk pertolongan terhadap kemaksiatan, sementara wasiat dilegalkan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan. (Al-Bayan fi Madzhabil Imam As-Syafi'i, [Jeddah, Darul Minhaj: 2000]. juz VIII, halaman 161).
 

4 Orang yang Tidak Bisa Menerima Wasiat

Berdasarkan syarat dan prinsip di atas, setidaknya ada 4 kelompok berikut tidak diperkenankan menerima wasiat:
 

1. Orang yang Membunuh Pewasiat

Wasiat kepada seseorang yang membunuh pewasiat tidak sah. Pembunuhan sudah maklum merupakan salah satu dosa besar dalam Islam karena telah menghilangkan hak hidup seseorang tanpa dasar yang jelas. Berwasiat untuk seseorang yang membunuh dianggap bentuk dukungan dan memberi keuntungan terhadap kemaksiatan tersebut.
 

Hal ini dijelaskan Syaekh Zakariya Al-Anshari:
 

لَا تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ لِمَنْ يَقْتُلُهُ، لِأَنَّهَا مَعْصِيَةٌ
 

Artinya, "Wasiat kepada pembunuh pewasiat tidak sah karena wasiat tersebut merupakan bentuk kemaksiatan." (Asnal Mathalib, [Kairo, Darul Kitab Al-Islami: t.th.], juz III, halaman 32).
 

2. Bayi yang Belum Lahir

Sebagaimana dijelaskan dalam syarat-syarat penerima wasiat (musha lah), wasiat bisa sah jika penerima wasiat yang dituju sudah ada saat wasiat diucapkan. Berdasar syarat ini, seorang bayi yang belum ada saat wasiat diucapkan tidak dapat menjadi penerima wasiat, sehingga wasiatnya dianggap tidak sah.
 

Dalam Nihayatuz Zain disebutkan:
 

فَلَا تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ لِحَمْلٍ سَيُحْدِثُ
 

Artinya, "Wasiat kepada janin yang belum lahir tidak sah." (Nawawi Banten, 278).
 

Hukum ini tetap berlaku pada janin yang tidak ada saat wasiat diucapkan namun sudah lahir sebelum pewasiat meninggal. Hal itu dikarenakan yang menjadi patokan hukum sahnya wasiat adalah keberadaan penerima wasiat saat wasiat diucapkan, bukan hanya saat pewasiat meninggal.
 

3. Orang Nonmuslim dalam Harta-Harta Tertentu

Sejatinya berwasiat kepada Nonmuslim adalah sah. Dalam Islam memberikan sesuatu kepada seorang Nonmuslim masih dianggap sebagai sebuah kebaikan, sehingga hal itu tidak bertentangan dengan prinsip wasiat.
 

Namun dalam beberapa barang tertentu, terdapat larangan dari syari'at untuk dimiliki oleh seorang Nonmuslim. Yaitu seperti mushaf dan kitab-kitab agama. Berdasar larangan tersebut, wasiat agar harta-harta itu diberikan kepada seorang Nonmuslim adalah sebuah kemaksiatan sehingga wasiatnya batal.
 

Hal ini dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten:
 

فَلَا تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ لِكَافِرٍ بِعَبْدٍ مُسْلِمٍ وَمُرْتَدٍّ وَمُصْحَفٍ وَكُتُبِ عِلْمٍ فِيهَا آثَارُ السَّلَفِ
 

Artinya, "Wasiat kepada Nonmuslim untuk menerima budak Muslim, mushaf, atau kitab-kitab ilmu yang memuat atsar ulama Salaf, hukumya tidak sah." (278).
 

4. Ahli Waris

Dalam konteks wasiat bagi salah satu ahli waris, terdapat larangan khusus dari syari'at. Nabi Muhammad saw bersabda:
 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا تَجُوزُ الْوَصِيَّةُ لِوَارِثٍ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ الْوَرَثَةُ
 

Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak boleh berwasiat untuk ahli waris kecuali para ahli waris lain menginginkannya." (HR Ad-Daraquthni).
 

Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad saw jelas melarang wasiat untuk salah satu ahli waris kecuali mendapat izin dari ahli waris yang lain. Berdasar larangan ini wasiat yang tidak mendapat izin dari ahli waris yang lain adalah bentuk pelanggaran terhadap syari'at sehingga berkonsekuensi batalnya wasiat.
 

Dalam Imam An-Nawawi menjelaskan:
 

وَلِوَارِثٍ فِي الْأَظْهَرِ إِنْ أَجَازَ بَاقِي الْوَرَثَةِ
 

Artinya, "Wasiat kepada ahli waris (dianggap sah) menurut pendapat Al-Azhar (yang kuat) apabila disetujui oleh seluruh ahli waris lainnya." (Minhajut Thalibin, [Beirut, Darul Ma'rifah: t.th.], halaman 89).
 

Namun pendapat yang lebih lemah menyebutkan bahwa wasiat tetap tidak sah meskipun disetujui oleh ahli waris lainnya:
 

وَمُقَابِلُ الْأَظْهَرِ بُطْلَانُهَا وَإِنْ أَجَازُوا
 

Artinya, "Pendapat Muqabilul Azhar (yang lebih lemah) menyatakan wasiat untuk ahli waris tersebut tetap batal meskipun ahli waris lain menyetujuinya." (Al-Ghamrawi, As-Sirajul Wahhaj 'ala Matnil Minhaj, [Beirut, Darul Ma'rifah: t.th], halaman 337.
 

Agar Wasiat Sah: Siapa yang Tidak Boleh Menerimanya?

Wasiat adalah cara terakhir untuk meninggalkan kebaikan, namun hanya sah jika penerimanya memenuhi syarat syariat. Orang seperti pembunuh pewasiat, bayi yang belum lahir, orang Nonmuslim dalam wasiat harta tertentu, dan ahli waris tanpa izin ahli waris lannya tidak boleh menerima wasiat. Aturan ini menjaga agar wasiat tidak menjadi sarana kemaksiatan dan tetap sesuai hukum Islam. Wallahu a'lam.
 


Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.