Oleh HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Pada malam ganjil di sepuluh hari ketiga bulan puasa
Kubaca makna taubat di Kitab Taurat
Dalam takjub yang mencekik
Mulutku tak sanggup memekik
Kureguk keringat Musa di puncak Tursina
Hukum dan keadilan akan bertemu di padang karma
Jiwaku semakin dahaga
Aku tersungkur ke dalam kubur
Menyimak Daud membaca Zabur
Debur cinta apalagi yang lebih indah dari kilau permata
Keindahan tak cuma sebatas mata
Tapi mendidih melelehkan jiwa
Kini kucari kasih yang tanpa pamrih
Pada darah Isa di sepanjang Golgotta
Kasih adalah juru selamat bagi semesta
Sebab sorga tak hanya sekuntum bunga
Di lembah pasrah
Kutemukan anjing kurap menahan gundah
Dahaga mencekik lehernya
Kematian berdiri gagah di depan mata
Lalu pelacur itu
Melepaskan sepatu kusamnya
Bau busuk menyengat di mana-mana
Lebih sampah dari sampah
Lebih tinja dari tinja
Sumur kotor itu pun ditimba dengan sepatu busuknya
Sedangkan di langit
Ribuan malaikat meronta
Dan di atas langit
Berpendar Maha Cahaya
Sumur itu tiba-tiba bening
Dan sepatu itu pun mengharum entah apa sebabnya
Kenapa jiwaku tetap jelaga?
Anjing kurap itu meneteskan air mata
Pelacur itu meneteskan air mata
Ketika hukum dan keadilan pada fatwa Nabi Musa menyentuh hatinya
Ketika keindahan penuh pesona memancar dari syair cinta Nabi Daud
Mengusap ulu hatinya
Manakala kasih tanpa pamrih yang mengalir dari darah Nabi Isa
Mencuci kesepiannya
Tuhanku,
Betapa ganjil rinduku menggigil
Betapa ganjil cintaMu memanggil
Hanya padaMu gigil kasihku memanggil
Di sepertiga malam ini
Kutemukan betapa kotornya diri ini
Lebih anjing dari anjing
Lebih sundal dari sundal
Akankah lebih terhina diriku ini
Ketika kesombongan menjadi saksi
Manakala kepongahan menjadi bukti
Saat mulut terus mencaci
Dan merasa paling benar sendiri?