Probolinggo, NU Online
Sepuluh tahun silam, Husein As’ary yang akrab disapa Ra Husein adalah seorang anggota DPRD Kabupaten Probolinggo. Usianya tidak lagi muda, karena sekarang sudah menginjak 39 tahun. Kepribadian yang dimilikinya membuatnya tergerak menanggalkan urusan politik dan fokus untuk membesarkan pesantren yang dinamakannya Pesantren Zainul Anwar II.<>
Titisan darah kiai yang mengaliri pembuluh nadinya membuatnya tergerak untuk membesarkan Pesantren Zainul Anwar, peninggalan ayahandanya KH Abdullah di Desa Alassumur Kulon Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
Namun, karena anak yang mewarisi tidak hanya Ra Husein seorang diri, maka dia mengembangkan pesantren yang ada. Dia kemudian mendirikan yayasan baru bernama Yayasan Raudlotut Tholibin. Sedangkan nama pesantren di bawah yayasan itu identik dengan nama peninggalan ayahandanya yaitu Pesantren Zainul Anwar II.
“Ada tambahan angka duanya. Karena induknya adalah pesantren yang ada di seberang jalan rumah saya ini,” ungkap suami dari Hj. Salamat Fattatun Arimbi Maripashya ini, Kamis (18/12).
Ra Husein mengembangkan pesantren itu dengan sistem yang berintegrasi dengan sistem pembelajaran kurikulum pemerintah. Setiap pagi, semua santri bersekolah umum, baik di tingkatan MI/SD, MTs dan MA milik yayasan yang menaungi Pesantren Zainul Anwar yang bersebelahan dengan pesantren asuhan Ra Husein tersebut. “Saya kombinasikan antara pembelajaran salafi dan umum,” jelasnya.
Di pesantren yang diasuhnya, Ra Husein membekali santrinya dengan pendidikan kitab kuning yang mengajarkan akhlak budi pekerti dan pembekalan ilmu bahasa. Yakni, Bahasa Arab dan Inggris. “Intinya supaya santri bisa memahami dan fasih dengan bahasa internasional,” terangnya.
Sementara itu, yayasan yang didirikan Ra Husein masih terbilang baru. Dimana yayasan ini baru didirikan pada tahun 2011 lalu. Awalnya yayasan itu hanya menaungi TPQ saja. Namun karena banyaknya wali murid yang meminta Ra Husein supaya membangun asrama, akhirnya dia meluaskan TPQ menjadi asrama pesantren.
Sekarang pesantren yang dibangun di atas tanah dengan luas sekitar 3.000 meter persegi itu dihuni sebanyak 20 santri putra dan hampir 60 santri putri. “Ingin menambah lahan, tapi nunggu rezeki. Siapa tahu lahan di sebelah dijual,” tegasnya.
Ra Husein juga tidak menyangka setelah dia menanggalkan baju politik, dia merasa lebih menemukan ketenangan dengan menjadi pengasuh pesantren. “Saya lebih tenang begini. Saya fokus mengabdi, tanpa tekanan dari pihak lain. Saya bisa maksimal memberi pelayanan pendidikan agama bagi masyarakat. Mungkin sudah garis tangan saya untuk terjun dalam urusan pesantren,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Anam)