Pesantren

Tak Hanya Belajar Ilmu, Tetapi Juga Akhlak

Sabtu, 26 April 2014 | 20:32 WIB

Probolinggo, NU Online
Sejak didirikan tahun 1967 silam oleh KH. Ahmad Bisyri, Pesantren Rabithatul Islam sangat mengutamakan pendidikan akhlak dalam mendidik para santri. Hal itu tergambar dalam ikhtiar sang pendiri yang mengarang kitab Qisshotul Qiyamah, sebuah kitab tauhid.<>

“Kitab tersebut dikarang oleh Kiai Ahmad Bisyri saat masih nyantri di Desa Sentong Kecamatan Krejengan. Percuma punya santri pintar, tetapi akhlaknya jelek. Apalagi tidak  menghormati orang tua. Itu yang tidak kami harapkan,” ungkap Pengasuh Pesantren Rabithatul Islam Kiai Muhammad Hafid, Jum’at (25/4).

Sebagian besar santri Pesantren Rabithatul Islam di Desa Krejengan Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo ahli menguasai ilmu Qiroatul Qutub dan Qori’. Sehingga tidak mengherankan jika pesantren ini berhasil meraih sejumlah prestasi di tingkat regional maupun lokal.

Di tingkat Provinsi Jawa Timur, pesantren ini mampu meraih prestasi dalam lomba Qiroatul Qutub dan Qori’. Sementara di tingkat Kabupaten Probolinggo, prestasi yang diraih antara lain juara pertama lomba kaligrafi dan juara lomba bahasa Arab tingkat MA. “Alhamdulillah, banyak prestasi lain yang diraih santri,” terang Gus Hafid.

Seperti pesantren lain, Pesantren Rabithatul Islam menerapkan sistem pendidikan salafiyah. “Santri mulai mengikuti kegiatan sejak pukul 03.00 yakni dengan salat Tahajud, dilanjutkan dengan salat Subuh. Selanjutnya mengaji kitab kuning hingga pukul 06.00,” ungkap pria dua anak ini.

Di pesantren ini diterapkan sejumlah metode pendidikan salafiyah. Meliputi madrasah diniyah, pengajian kitab kuning, kholaqoh diniyah, tahfidatul qur’an hingga jam’iyah Qurra’ wal Huffadz. Tidak hanya itu, pesantren ini juga mengelola lembaga kholafiyah atau modern. Seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Raudlatul Atfal (RA).

Selain itu, Pesantren Rabithatul Islam juga mengajarkan pendidikan formal. Meliputi Madrasah Ibtidaiyah (MI) Raudhatul Muta’allimin, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Islamiyah dan Madrasah Aliyah (MA) Zainul Hasan III. Meski berada di lingkungan pesentren, lembaga formal tersebut juga menerima siswa dari luar pondok. “Sepulang dari bersekolah, para santri mengikuti sekolah diniyah,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Anam)


Terkait