Pesantren

Pesantren SAQA Tampung 900 Santri Dhuafa

Ahad, 10 Agustus 2014 | 13:38 WIB

Probolinggo, NU Online
Pesantren Syech Abdul Qodir Al-Jailani (SAQA) di Desa Rangkang Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo didirikan khusus untuk menampung anak yatim piatu dan keluarga miskin. Harapannya, mereka yang tidak mampu menempuh pendidikan mendapatkan pengajaran di pesantren itu.
<>
Didirikan KH Abdul Hafidz Aminuddin pada tahun 1996, saat ini ini telah menampung 900 orang santri. Pesantren ini dikhususkan menampung anak didik yang berasal dari kaum dhuafa.

Ada tiga hal yang mendasari Kiai Hafidz untuk mendirikan pesantren tersebut, yaitu mengembangkan ilmu, kepedulian sosial dan persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan.

Kepala Biro Pendidikan Pesantren SAQA Supanut menceritakan setelah selesai nyantri kepada KH Hamid Pasuruan, Kiai Hafidz tidak langsung mendirikan pesantren, melainkan berdagang. Selain perdagangan umum, juga berkecimpung di bidang kontraktor.  Setelah itu kemudian barulah ia mendirikan pesantren yang menampung santri dari berbagai daerah di Kabupaten Probolinggo.

“Puluhan santri yang berasal dari kaum dhuafa kami tamping. Semua santri yang mukim tidak dipungut biaya pendidikan. Ketentuan itu tetap berlaku hingga sekarang,” ujarnya, Ahad (10/8).

Menurut Supanut, pendidikan itu merupakan tanggung jawab secara agama. Karena itu, Kiai Hafidz ingin setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan. Ia beranggapan semua anak usia sekolah tidak boleh putus sekolah. Bahkan kalau bisa lebih tinggi dari mereka yang ekonominya mampu.

“Pesantren ini juga tidak pernah membatasi jumlah santri yang ingin mondok disini. Berapapun santri yang ingin mondok pasti akan ditampung. Itu merupakan salah satu pemikiran beliau,” jelasnya.

Selain memberikan pendidikan hingga jenjang SMA, Pesantren SAQA juga memberikan kesempatan kepada santri terbaiknya untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, baik tinggi maupun swasta.

Ada tradisi yang tidak pernah absen diselenggarakan oleh pesantren ini. Yakni, khitan massal gratis bagi para anak yatim. Khitanan massal ini dilaksanakan setiap tahun dengan jumlah peserta ratusan anak yatim. Selain dipusatkan di lingkungan pesantren, khitanan massal juga dilaksanakan di berbagai tempat secara acak.

“Tradisi ini merupakan kebiasaan yang berasal dari H Aminuddin, ayahanda Kiai Hafidz sejak tahun 1989 silam. Hingga saat ini, keluarga pesantren tetap menjaga tradisi tersebut dengan jumlah peserta yang semakin meningkat,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Abdullah Alawi)


Terkait