Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam. Namun seiring dengan perkembangan zaman, banyak umat Islam yang tidak bisa membaca dan mengilhami kitab suci dengan baik dan benar. Pondok Pesantren Assalafi Al-Ikrom fokus pada bidang ini.<>
Kali ini NU Online melakukan silaturrahim ke Pondok Pesantren Assalafi Al-Ikrom yang terletak di Desa Mentor Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo. Untuk mendapati pesantren ini, relatif agak sulit. Harus melewati jalan berliku dan sulit dilewati sepeda motor. Jika mengendarai kendaraan umum, dari terminal Bayuangga Kota Probolinggo bisa naik mini bus atau bus kota jurusan Surabaya.
Dari kendaraan umum tersebut, kemudian turun di SDN Lemah Kembar 1 Kecamatan Sumberasih. Dari sekolah tersebut, kemudian bisa naik becak yang merupakan satu-satunya transportasi untuk menuju Pesantren Al-Ikrom. Dengan membayar ongkos sekitar Rp. 15 ribu sampai Rp. 20 ribu, barulah kemudian kita sampai di pesantren tersebut.
Rasa capek NU Online seakan terobati tatkala mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dari dalam pesantren. Seraya sambil mencari siapakah pimpinan pesantren, NU Online mencoba melihat aktivitas dan suasana pesantren yang jauh dari fasilitas mewah.
Setelah 15 menit menunggu, akhirnya bertemu dengan Ustadz Kholili. Ya, dialah pendiri sekaligus Pengasuh Pesantren Assalafi Al-Ikrom tersebut. Selesai mengutarakan maksud dan tujuannya, Kholili kemudian menceritakan cikal bakal pesantren yang didirikannya.
Kholili kemudian menceritakan, awalnya pesantren yang dipimpinnya tidak berbentuk pesantren, melainkan hanya berbentuk madrasah diniyah Salafiyah. Madrasah diniyah Salafiyah sendiri awal mula berdirinya menggunakan rumah sang pengasuh sebagai tempat belajar para santri.
“Setamat saya mondok, saya bercita-cita ingin mengamalkan ilmu yang saya dapat. Maka setelah istkharah, saya berkeyakinan mendirikan madrasah adalah salah satu langkah awal untuk bhakti ilmu,” ujar pria alumni Pondok Pesantrean Nahdhatul Tholibin Desa Bladu Wetan Kecamtan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo ini.
Saat itu menurut Kholili, keberadaan masyarakat Desa Mentor Kecamatan Sumberasih sangat memprihatinkan, terutama pada waktu memasuki bulan puasa. Disaat daerah lain berkumandang dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, didesanya tidak ada yang mengaji Al-Qur’an. Keprihatin itu juga mendorong semangat Kholili muda kala itu ingin mendirikan madrasah yang fokus untuk membina dan belajar ilmu Al-Qur’an.
“Sekitar tahun 1998 lalu, saya bersama dengan istri bertekad untuk menjadikan Madrasah Al-Ikrom sebagai madrasah yang bisa melahirkan para qori' dan qoriah," kenang peraih medali emas MTQ Al-Qur’an tingkat Kota dan Kabupaten Probolinggo ini.
Ternyata respons positif masyarakat Desa Mentor Kecamatan Sumberasih sangat baik. Sejak awal berdiri hingga saat ini masyarakat yang mendaftar pada madrasah tersebut sebanyak 35 orang. “Saya sangat senang, karena minat masyarakat disini untuk belajar Al-Qur’an sangat tinggi. Terbukti sejak awal berdirinya yang mau belajar sangat banyak,” cerita pria kelahiran 5 Juli 1974 ini.
Suami dari Ustadzah Siti Asmak ini mulai berpikir, terutama setelah banyaknya peserta didik. Terbayang dalam keinginan besarnya untuk mendirikan pondok pesantren dengan harapan masyarakat bisa fokus dan lebih intens dalam belajar ilmu Al-Qur’an. Keinginan itu terpendam sejak tahun 2000, namun masih menjadi keinginan. “Karena memang saya hanya petani yang seluruh biaya kehidupan tergantung dari panen. Maka saya saat itu belum bisa mendirikan pondok pesantren,” kenang Kholili.
Namun, dalam hati kecilnya Kholili berprinsip, saat ada usaha dan cita, maka pasti akan tercapai. Prinsip itu berbanding lurus dengan kenyataanya. Pada tahun 2005 silam kemudian Kholili mendapatkan rizki yang tidak pernah ia pikirkan. Sehingga dengan tekad yang bulat, ia kemudian mendirikan pesantren. “Dan Alhamdulillah, sekarang sudah ada 6 ruang belajar dan 12 kamar untuk santri yang bermukim,” terangnya tanpa merinci rizki yang dimaksud.
Setelah berdiri pesantren, kemudian, santri yang awalnya tidak bermukim menjadi bermukim. Bahkan saat ini santri yang sudah menetap tidak hanya dari Probolinggo saja, tapi sudah dari Kabupaten Lumajang dan Pasuruan. “Saat ini yang bermukim sudah 35 orang. Dan semua kita tanggung dengan harapan bisa membaca Al-Qur’an dengan baik,” terang Kholili. (Syamsul Akbar/Red:Anam)