Pesantren

Lebih Dekat dengan "Pesantren Inggris"

Selasa, 6 November 2012 | 11:01 WIB

Bogor, NU Online
“Pesantren Inggris” adalah penamaan warga sekitar kepada Assalam yang terletak di desa Pasir Angin, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.<>

Kata “pasir”, dalam bahasa Sunda berarti bukit. Sesuai namanya, daerah tersebut berbukit-bukit. Dan angin selalu bertiup menebar hawa dingin karena tidak jauh dari wilayah Puncak dan gunung Gede.  Begitu pula kawasan Assalam. Kontur tanahnya miring. Hawanya dingin. 

Assalam berarea 2 hektar. Telah berdiri satu aula berbentuk rumah joglo tanpa dinding berlantai keramik berukuran 7x7 meter. 

Menurut Ali Qohar, pengasuh pesantren, tempat tersebut dibangun dari sumbangan melalui jejaring sosial Facebook. “Update status mau bangun aula. Eh, ada yang nyumbang semen, kayu, keramik, genteng. Al-hamdulillah udah selesai,” ujar pria kelahiran Jakarta 1971 ini. 

Di samping aula, berdiri bangunan kayu seluas 5x10 meter. Bangunan terdiri tiga kamar tersebut dibiayai atas sumbangan sekelompok ibu-ibu di Belanda. 

Beberapa meter ke arah timur, berdiri rumah pengasuh pesantren. 50 meter ke timur dari rumah itu, terdapat kolam-kolam ikan yang disekat-sekat pematang. Di salah satu kolam berdiri saung bambu beratap rumbia, dua lantai, lengkap dengan toilet. 

Ke sebelah selatan dari saung tersebut, di tanah lamping, beridiri New Zealand House. Bangunan mewah dua lantai tersebut terdiri enam kamar dan satu ruang pertemuan tanpa dinding. Dari tempat tersebut, terhampar pemandangan luas bebukitan. 

Peletakan batu pertama untuk asrama santri tersebut, disaksikan para habib dan kiai-kiai. Hadir pada kesempatan itu, Habib Muhsin Alatas dari Empang, Bogor. Hadir pula kiai dari Jakarta, dari pesantren Gentur, Cianjur. Juga kiai-kiai pemilik pesantren sekitar Gadog. 

Bangunan tersebut merupakan sumbangan dari Kedutaan Besar Selandia baru untuk Indonesia. Diresmikan Duta Besar David Taylor 25 September lalu.

Rumah Singgah Anak Jalanan 

Pesantren Assalam merupakan pengembangan dari rumah singgah anak-anak jalanan Puspita di Duren Sawit, Jakarta Timur. Sejak 13 tahun lalu, Puspita yang didirikan Ali Qohar berupaya membina, mengarahkan, dan meyakinkan bahwa anak jalanan juga bisa seperti anak-anak lain. 

Ali Qohar, pria yang akrab disapa Aang ini menyulap anak-anak pengemis dan pengamen jadi anak hebat; bisa sekolah, mengembangkan diri, serta memiliki masa depan. 

Berkat keuletan Aang dan pengasuh Puspita yang, sebagaian anak sudah ada yang bekerja; kuliah seperti Wily, Irma dan Fitri. Ada juga yang memiliki keterampilan khusus seperti terampil berbahasa Inggris seperti Tomi.

Aktif di dunia sosial semacam itu telah dilakukan Aang sejak aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Sunan Ampel tahun 1990-an. “Saya selalu di divisi advokasi sejak di komisariat hingga cabang.”

Karena itu, ia selalu dekat dengan anak jalanan dan pedagang kaki lima. Ketika kembali ke Jakarta, pengalaman di organisasi berlogo perisai berbintang sembilan tersebut diteruskan di tanah kelahirannya. 

Karena aktivitasnya itu, ia terhubung dan bertemu banyak kalangan dengan latar belakang beragam. Belasan tahun kemudian, terhubung dengan luar negeri seperti Belanda, Inggris, dan Selandia Baru.

Hingga kini, Puspita masih tetap seperti semula, meyakinkan anak-anak terlantar bahwa mereka juga bisa memiliki masa depan.

Untuk mengembangkan sayap, Puspita dikembangkan di Bogor. Dirintis setahun lalu. Area 2 hektare ditumbuhi ilalang liar, kini sudah berdiri bangunan dan tumbuhan. “Beberapa waktu lalu, sekelompok mahasiswa Atmajaya pernah tanam pohon di sini.  Pernah juga mahasiswa IISIP mengadakan pelatihan jurnalistik di sini,” kata Aang. 

Dan, akhir pekan lalu, untuk pertama kalinya Assalam digunakan acara Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) PMII Komisariat Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

“Hingga akhir November, berturut-turut digunakan Mapaba anak-anak PMII. Setelah PMII Dakwah, minggu terdekat PMII Universitas Djuanda, Bogor. Kemudian PMII STAI Al-Aqidah Jakarta dan PMII Ciputat.”

“Pesantren Assalam sangat terbuka untuk kegiatan keluarga besar NU semisal PMII, Ansor, IPNU, IPPNU, Muslimat, Fatayat, ” ujar putera bungsu KH Muhmmad Ali (pengasuh pesantren Al-Wathon Assalafiyah, Jakarta).

Pesantren Inggris

Penduduk setempat memanggil Assalam sebagai “pesantren Inggris”. Pasalnya, anak-anak sekolah sekitar pasir Angin belajar bahasa Inggris di situ. 

“Yang mengikuti program tersebut adalah 30 orang anak SD, SMP dan SMA. Mereka belajar disesuaikan dengan jadwal sekolah masing-masing. Yang sekolah siang belajar pagi, sebaliknya yang sekolah pagi belajar siang.”

Materinya adalah speaking, pronunciation, dan grammar. Pengajarnya santri Assalam, yaitu Kafil Alawy dan Tomy Pudjianto.  

Untuk mempercepat kemampuan didatangkan bule yang fasih berbahasa Inggris. Intensitas kedatanagan mereka, ada yang sesekali ada yang rutin. 

“Yang rutin, misalnya Helen Henry asal Selandia Baru. Seminggu dua kali berkunjung. Kadang-kadang Tesa Piper, warga negara Inggris,” ujar jebolan pesantren Buntet, Asembagus Situbondo dan Al-Mathlab ini. 



Penulis: Abdullah Alawi


Terkait