Opini

Semangat Kebangsaan Ulama Thariqah

Rabu, 3 Agustus 2016 | 09:00 WIB

Semangat Kebangsaan Ulama Thariqah

Syekh Adnan Al-Afyuni (Syiria) saat membacakan 15 kesepakatan ulama thariqah dunia tentang bela negara

Oleh Mohamad Muzamil

Sebagai umat Islam kita patut bersyukur atas terselenggaranya Konferensi Internasional Bela Negara yang diselenggarakan Jam'iyyah Ahlith Thariqah al-Muktabaroh al-Nahdliyah (Jatman) bekerja sama dengan Kementerian pertahanan RI tanggal 27-29 Juli di Pekalongan. Konferensi yang dihadiri ulama thariqah dari 40 Negara tersebut menghasilkan 15 poin kesepakatan penting, agar umat Islam dan segenap komponen bangsa di dunia ini mencintai negaranya masing-masing serta mendorong terwujudnya kerja sama internasional dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan kemakmuran.

Kesepakatan dalam konferensi internasional tersebut mencerminkan kedalaman dan keluasan serta pengamalan ilmu yang dimiliki ulama thariqah. Ulama thariqah bukan semata-mata menguasai ilmu tasawuf semata namun juga mengusai ilmu tauhid dan syari'ah secara lengkap serta menguasai ilmu-ilmu untuk kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.

Dengan demikian ulama thariqah adalah kumpulan orang-orang yang muwahid (memahami dan mengamalkan tauhid), faqih (memahami dan mengamalkan syari'ah) dan shufi (memahami dan mengamalkan al-ihsan). Mereka termasuk orang-orang yang selalu beriman dan bertaqwa kepada Allah, menebarkan semua kebahagiaan dan kebaikan dalam kehidupan di dunia ini dan akhirat kelak.

Mereka termasuk orang-orang pilihan Allah yang dikehendaki-Nya diberikan ilmu, hikmah dan keutamaan-keutamaan serta istiqomah dalam ibadah dan kebaikan. Mereka sama sekali tidak menaruh syak wasangka kepada siapa pun utamanya kepada orang-orang yang belum mendapat petunjuk sekalipun. Justru para ulama tersebut memiliki rasa kasih sayang yang besar kepada umat sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mencintai umat manusia.

Mereka selalu berikhtiar dan mendo'akan kepada semua umat manusia di dunia ini agar mendapatkan hidayah, keadilan dan kemakmuran dalam kehidupannya.

Dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah keburukan), mereka melakukannya dengan hikmah, kearifan dan tanpa tindakan kekerasan. Mereka tidak memiliki kepentingan pribadi kecuali semata-mata mengharap ridha Allah Ta'ala.  Mereka selalu berbuat baik kepada siapa pun sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya serta para al-salaf al-shalih melakukannya dalam sejarah yang telah lampau.

Para ulama thariqah selalu berprasangka baik kepada siapa pun. Jika mereka melihat orang yang lebih tua maka mereka beranggapan bahwa orang yang lebih tua itu telah memiliki amal kebaikan yang sangat banyak. Sedangkan jika mereka melihat orang yang lebih muda maka mereka menganggap bahwa yang masih muda belum memiliki dosa dan kesalahan yang banyak. Hal ini menjadi karakter yang luar biasa dari ulama thariqah karena diilhami sultan auliya Syekh Abdul Qadir al-Jailani radliyallahu anh. Pernah suatu ketika Syekh Abdul Qadir al-Jailani pulang dari shalat jama'ah di masjid. Dalam perjalanan ia bertemu seorang pemuda yang sedang dalam kondisi mabuk karena minuman keras. Waktu itu dalam hati Syekh Abdul Qadir al-Jailani terlintas dalam pikirannya (tidak dikatakan): "Pemuda kok mabuk-mabukan". Alangkah terkejutnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pemuda itu mengatakan dengan lantangnya: "Hai Syekh, anda ditakdirkan Allah termasuk orang yang al-alim al-allamah dan rajin beribadah. Bagaimana jika anda ditakdirkan Allah seperti saya yang pemabuk ini?" Seketika itu pula Syekh Abdul Qadir menangis mohon ampun kepada Allah Ta'ala.

Semangat Kebangsaan

Semangat kebangsaan para ulama thariqah diilhami dari semangat Rasulullah dalam mencintai umatnya. Karena begitu besar rasa cinta Rasulullah kepada umat atau bangsanya, Rasulullah tidak ingin adanya pertumpahan darah yang akan memakan korban akibat ancaman dan perilaku keras orang-orang kafir Quraisy. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk hijrah ke Habasyah. Setelah itu diperintahkan untuk hijrah ke Yatsrib atau Madinah.

Hijrah Rasulullah dan para sahabatnya ke Madinah bukan untuk menjajah sebagaimana orang-orang imperialis, tetapi untuk melaksanakan perintah Allah dan adanya pertolongan dari penduduk Madinah yang disebut kaum Anshar. Rasulullah dan para sahabatnya (kaum muhajirin) dapat hidup rukun dan bekerjasama dalam membentuk peradaban baru yang damai atas dasar nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Ta'ala.

Kaum muhajirin bukan hanya bekerjasama dengan kaum anshar yang muslim tetapi juga kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani di Madinah. Mereka saling memperkuat satu sama lainnya dan membentuk pertahanan yang kokoh di Madinah dari serangan musuh. Ini lah contoh sebuah peradaban yang agung dan sangat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Semangat cinta tanah air juga dilakukan para ulama di Nusantara ini sejak datangnya kaum penjajah. Hal ini misalnya dilakukan para Wali Songo pada abad ke-15 masehi dengan adanya perlawanan Raden Fatahillah kepada penjajah Portugis di Batavia, kemudian disusul perlawanan dari kesultanan yang ada di nusantara ini seperti Sultan Hasanudin, Sultan Agung Hanyukrokusumo, Sultan Ternate, Tidure dan sebagainya yang kesemuanya adalah atas bimbingan dan nasihat dari para ulama thariqah.

Setelah itu pada awal abad ke-19, muncul Pangeran Diponegoro dari kasultanan Mataram Yogyakarta, yang melakukan perlawanan kepada penjajah Belanda di tanah air pada tahun 1825-1830. Pangeran Diponegoro adalah termasuk pengamal thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Kemudian perjuangan kemerdekaan Indonesia dilanjutkan oleh ulama thariqah seperti Syekh Yusuf almakasari, Syekhuna Mbah Kholil Bangkalan, Hadratus Syekh KH M Hasyim Asy'ari, Syekh Hasyim bin Yahya, Syekh KH Abdul Wahab Hasbullah, Syekh Subkhi Parakan, dan masih banyak lagi ulama thariqah hingga Indonesia dapat merdeka seperti sekarang ini.

Semangat dan cinta tanah air seperti ditunjukkan oleh para ulama thariqah tersebutlah yang harus diwarisi oleh generasi sekarang dan mendatang, guna mewujudkan perdamaian dan keadilan seluruh umat manusia. Wallahu a'lam.

Mohamad Muzamil, pernah tabarukan di Pesantren Al-Fattah Setinggil, Al-Istiqomah Kembangan, dan Futuhiyah Mranggen, Demak.


Terkait