Opini

Politik Global Amerika di Ruang Angkasa

Rabu, 9 Mei 2007 | 02:17 WIB

Hendrajit*

Sebenarnya kita sebagai bangsa Indonesia sepatutnya memberi salut terhadap kreativitas dan inovasi bangsa Amerika. Bayangkan saja. Setelah berhasil menjadikan dirinya sebagai “Polisi Dunia” di hampir seluruh kawasan dunia baik dari segi ekonomi, politik dan militer, negara paman Sam ini rupanya mulai merambah wilayah baru: Di Ruang Angkasa. Tujuan strategis yang hendak dicapai sudah bisa ditebak, yaitu menguasai dan mengendalikan akses ke ruang angkasa.

Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Presiden George Bush pada 6 Oktober 2006 telah mengeluarkan Kebijakan Nasional di bidang ruang angkasa terkenal dengan sebutan National Space Policy(NSP). Melalui NSP ini, jelas sudah niat Amerika untuk menjadikan dirinya sebagai “Polisi Dunia” di ruang angkasa. Artinya, kebijakan baru Amerika di bidang ruang angkasa tersebut dimaksudkan untuk mencegah negara-negara yang dianggap musuh dan bertentangan dengan kepentingan strategis  Amerika, dalam mengakses ruang angkasa.<>

Dari dokumen NSP tersebut memang muncul berbagai keanehan. Misalnya saja disebutkan bahwa “Amerika akan berusaha bekerjasama dengan negara-negara lain dalam pemanfaatan dan penggunaan secara damai sumberdaya di ruang angkasa, meningkatkan eksplorasi sumberdaya di ruang angkasa, dan melindungi dan mempromosikan kebebasan di seluruh dunia.” Sampai di sini,  rumusannya terkesan sangat normatif dan merangkul negara-negara lain secara persuasif, sehingga terkesan tidak ada yang istimewa dari pernyataan itu.

Namun jika kita bandingkan dengan kebijakan ruang angkasa pada 1996, kebijakan NSP Bush pada 2006 sebenarnya menerapkan pendekatan yang jauh lebih sepihak (unilateralist) dalam kaitannya dengan penguasaan akses di ruang angkasa, tanpa memperdulikan kepentingan negara-negara lain. Artinya, melalui NSP ini Amerika jelas-jelas bermaksud untuk menghalang-halangi akses negara lain, menolak berbagai perjanjian internasional yang ditujukan untuk membatasai akses Amerika untuk membangun kekuatan militer di  ruang angkasa.

Sebagai misal, dokumen tersebut menegaskan “Amerika akan menentang berbagai penerapan peraturan dan ketentuan baru atau pembatasan yang dimaksudkan untuk melarang atau membatasi akses Amerika untuk memanfaatkan sumberdaya di ruang angkasa. Bayangkan, dokumen tersebut jelas-jelas menyebut Amerika sebagai negara-bangsa yang harus dipatuhi kehendak dan kepentingan strategisnya. Dan negara-negara lain harus patuh dan taat. Seakan hendak menegaskan, baik untuk Amerika baik untuk seluruh dunia.
Ini berarti, Bush dan para penasehat keamanan nasionalnya sangat siap dalam melancarkan konfrontasi dengan negara-negara lain yang mereka pandang sebagai tidak bersahat atau bahkan bermusuhan kepada strategi global Amerika.

Dan melalui kebijakan baru ruang angkasa ini, Amerika mendapat kesempatan tidak saja dalam mengontrol dan mendominasi aspek militer dari isu-isu keamanan nasional di bidang ruang angkasa, bahkan sekaligus bisa memperluas ruang lingkupnya juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Melalui NSP ini dinyatakan bahwa agar bisa meningkatkan ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan baru, kesejahteraan ekonomi dan keamanan nasional, maka Amerika harus meningkatkan kemampuan bidang ruang angkasa secara efektif dan efisien.

Di sinilah agenda tersembunyi Amerika terungkap. Bahwa dengan memprioritaskan program ruang angkasanya pada eksplorasi dan penggunaan sumberdaya ruang angkasa secara damai bersama-sama negara-negara lain, berarti pada prakteknya nanti Amerika dimungkinkan untuk melancarkan operasi intelijen maupun militer dengan dalih untuk kepentingan nasional.

Sudah banyak bukti nyata melalui berbagai studi intelijen bahwa berbagai operasi intelijen seringkali dilancarkan dengan berkedok penelitian ilmiah, eksplorasi sumberdaya alam, atau bahkan dengan memberi jasa konsultasi kepada para pengambil keputusan di negara-negara berkembang. Kesaksian John Perkins melalui bukunya A Confession of an  Economic Hit man, memberi gambaran jelas berbagai praktek kotor negara-negara maju seperti Amerika untuk membujuk para pemimpin negara berkembang agar mengikuti skema ekonomi IMF atau Bank Dunia.

Melalui NSP ini, jelaslah sudah bahwa agenda terselubung Amerika untuk tidak saja menguasai masalah-masalah militer dan intelijen berkaitan dengan ruang angkasa, tapi juga berupaya menguasai dan mengendalikan perkembangan dan pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya yang berkaitan langsung dengan isu-isu keamanan nasional di ruang angkasa.

Lebih parahnya lagi, NSP dapat digunakan oleh pemerintah Amerika sebagai pembenaran untuk mengabaikan dan mematahkan berbagai rencana riset di bidang ilmu dan teknologi yang sebenarnya cukup strategis dan produktif bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Amerika, hanya gara-gara tidak sejalan dengan agenda pemerintah Amerika yang lebih menekankan isu-isu keamanan nasional di ruang angkasa. Ini berarti, telah mengondisikan terjadinya militerisasi di ruang angkasa. Implikasinya sudah bisa ditebak, Amerika punya mekanisme untuk mengeliminasi dan menghancurkan peralatan militer dan pesawat terbang milik negara-negara yang dianggap Amerika sebagai musuh atau berpotensi sebagai negara superpower baru seperti Republik Rakyat Cina (RRC).


Mengantisipasi Ancaman Militer Cina?

Celakanya, RRC memang telah mengujicoba senjata laser anti satelit dan berhasil melumpuhkan satelit Amerika. Yang mengherankan, tidak ada media massa yang meliput kejadian tersebut meski pemberitaan tersebut beredar luas di internet. Lebih mengherankan lagi, harian besar seperti Washington Post dan New York Times yang selalu cepat mengendus berita-berita ekslusif, ternyata sama sekali tidak memberitakan kejadian tersebut.

Insiden ini, jika informasi tersebut cukup akurat, patut dicurigai. Sebagai kelompok ultra nasionalis dan sayap kanan yang mendominasi para pengambil kebijakan pemerintahan Bush, sungguh mengherankan mengapa mereka tidak melancarkan aksi balasan terhadap Cina . Kalau benar satelit Amerika berhasil dilumpuhkan Cina, bukankah berarti bisa ditafsirkan sebagai isyarat perang Cina terhadap Amerika?

Namun anehnya para pejabat Pentagon membantah bahwa itu termasuk senjata anti satelit, dan juga membantah bahwa satelit Amerika telah dihancurkan. Apalagi mengakui bahwa yang dihancurkan tersebut merupakan sebuah satelit untuk operasi intelijen ruang angkasa. Cuma yang itu tadi, bahkan nota diplomatik protes dari Gedung Putih pun ternyata tidak dilakukan. Jadi apa yang sebenarnya terjadi?

Nampaknya Bush tidak ingin dipermalukan oleh publik Amerika sendiri. Apalagi oleh Partai Demokrat yang merupakan pesaingnya dan partai oposisi. Apalagi ini kalau berita ini benar dan dipancarluaskan melalui media, akan menggambarkan betapa mandulnya militer dan intelijen Amerika mengantisipasi insiden semacam itu. Namun pada sisi lain, kejadian ini oleh para konseptor keamanan nasional Bush dimanfaatkan untuk mengajukan proyek-proyek ambisius berdasarkan pertimbangan untuk menghadapi ancaman militer Cina yang semakin menguat. Singkat cerita, insiden dengan Cina tersebut bisa menjelaskan mengapa Amerika sedemikian kuatirnya terhadap perkembangan militer dan intelijen Cina di ruang angkasa. Sehingga Amerika terdorong untuk menguasai dan mengawasi akses mereka dalam bidang militer dan intelijen di ruang angkasa.   

Perkembangan lain yang menarik dicermati adalah, Cina kabarnya Januari lalu berhasil menggunakan rudal untuk menyembunyikan satelit meteorology Cina. Fakta ini oleh Amerika dijadikan justifikasi bahwa Cina memang merupakan ancaman militer Amerika. Namun para pengamat berpandangan langkah Cina tersebut justru sebagai balasan terhadap dominasi global Amerika di ruang angkasa.

Yang lebih aneh lagi, Amerika mengecam langkah Cina mengembangkan rudal dan senjata laser anti satelit, tapi Amerika sendiri pun tetap saja mengembangkan proyek pengembangan persenjataan di ruang angkasa.

Menurut Center for Defense Information, Amerika menciptakan Multiple Kill Vehicle (MKV)(lihat di situs www.v.cdi.org). Informasi lain yang tak kalah menarik adalah, khusus untuk tahun anggaran 2007, Amerika akan mengeluarkan anggaran pertahanan sebesar US$ 133,7 juta. Bahkan dalam untuk kurun waktu 2007-2012, Amerika telah mengalokasikan anggaran US$ 1,76 miliar untuk PLAN for Operationally Responsive Space.

Menyadari kenyataan bahwa NSP sebagai agenda tersembunyi Amerika untuk dominasi global di ruang angkasa merupakan konsekuensi logis dari ketakutan Amerika terhadap ancaman Cina di bidang ruang angkasa, maka hanya ada dua opsi untuk mengatasi masalah yang di masa depan  cukup membahayakan dunia internasional.

Pertama, opsi negatif. Jika Amerika tidak berhasil menghentikan proyek ambisiusnya dalam pengembangan persenjataan di ruang angkasa, maka dalam waktu dekat akan terjadi perlombaan senjata global di ruang angkasa yang sama berbahayanya dengan perlombaan senjata nuklir pada masa Perang Dingin.

Kedua, opsi positif. Jika Amerika dan negara-negara maju mengadakan kerjasama dan menandatangani larangan terhadap pengembangan senjata di ruang angkasa.

Semoga saja opsi kedua yang akan ditempuh, yang berarti mensyaratkan adanya niat baik dan komitmen untuk menciptakan perdamaian dunia.  


Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Institute (IFI)



 



 



 

 

 


 


Terkait