KTT OKI Perlu Agendakan Kejahatan Perang AS di Irak dan Afghanistan
Ahad, 2 Desember 2007 | 14:35 WIB
Jika sesuai rencana, pada 6 hingga 8 Desember mendatang, di Jeddah Saudi Arabia akan berlangsung Konperensi Tingkat Tinggi Organisasi Negara-negara Islam atau yang lebih dikenal dengan KTT OKI. Ada satu agenda penting yang kiranya perlu diangkat oleh negara-negara peserta, termasuk Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di Asia Tenggara.
Saatnya bagi OKI untuk memainkan peran strategis dengan mendesak KTT untuk merekomendasikan adanya investigasi mengungkap sepak-terjang dan kejahatan perang AS di Irak. Sebagaimana sudah tersiar di berbagai media massa dalam dan luar negeri, telah terjadi banyak korban jiwa di kalangan warga sipil Irak(non combatant). Menurut informasi dan data resmi yang berhasil penulis himpun, hingga sekarang setidaknya tercatat 700 korban jiwa di kalangan warga sipil Irak yang mati terbunuh. Suatu jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan pada 2006 lalu.<>
Berita paling akhir yang paling menghebohkan adalah, ketika 7 September lalu tersiar kabar 17 warga sipil tewas terbunuh akibat penembakan membabibuta yang dilakukan serdadu Amerika di sebelah barat kota Baghdad.
Belum lagi terjadinya hancurnya infrastruktur masyarakat Irak seperti perumahan, saluran air minum, rumah sakit, dan sektor-sektor publik lainnya. Sudah jadi rahasia umum bahwa tentara AS kerap melakukan pemboman terhadap beberapa perumahan warga sipil di Afghanistan dan Irak.
Ketika ada indikasi warga sipil yang mendekati obyek-obyek militer AS dan NATO yang bermarkas di Irak, dengan tak ayal serdadu AS menganggap mereka sebagai ancaman langsung yang absah untuk ditembak mati di tempat.
Sekarang mari tengok kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia di Afghanistan yang dilakukan tentara AS. Menurut catatan resmi yang ada pada penulis, ada sekitar 20.000 orang yang menjadi korban sepak-terjang dan kejahatan tentara AS yang di luar prosedur lazim yang disetujui pengadilan.
Serdadu Bayaran Sewaan Blackwater
Ini baru sebagian dari cerita. Ketika terungkap tewasnya 17 warga sipil Irak , ada temuan menarik. Ternyata, terbunuhnya warga sipil Irak akibat penembakan membabibuta ternyata merupakan ulah serdadu-serdadu bayaran yang direkrut Perusahaan Blackwater, sebuah perusahaan jasa penyewa tentara bayaran yang beroperaasi di Amerika. Bahkan kabarnya, praktek ala outsourcing model begini dilakukan juga beberapa perusahaan penyewaan tentara bayaran seperti seperti Halliburton, Bechtel, Kellogg-Brown and Root (KBR), Vinnell Corporation, CACI, Titan Corporation, Washington Group International, dan sebagainya.
Semua ini bermula pada 2003, ketika Presiden George Walker Bush memutuskan menginvasi dan menduduki Irak secara militer untuk menggulingkan Saddam Hussein. Wakil Presiden Dick Cheney, rupanya tidak kalah gilanya dengan Bush.
Dengan kata lain, keterlibatan serdadu bayaran ala Blackwater dalam membunuh warga sipil Irak, diam-diam disetujui dan direstui oleh para petinggi Partai Republik di pemerintahan George W. Bush.
Karena itu, akan sangat ironis dan aneh jika para pemimpin negara-negara Islam beserta berbagai organisasi Islam, tidak perduli dengan berbagai tindak pelanggaran HAMK AS di Afghanistan maupun Irak.
Bagi dunia Islam, kejahatan perang dan pelanggaran HAM yang dilakukan di Irak dan Afghanistan, pada dasarnya sama dengan kejahatan pidana yang dilakukan AS dan NATO di Guantanamo atau penjaran Irak Abu-Ghraib.
Sekadar informasi, di Irak sekarang ini bertebaran sekitar 25 ribu tentara bayaran yang disewa sekitar 60 perusahaan penyewa tentara bayaran. Sehingga sangat besar kemungkinan tentara model begini sama sekali tidak punya beban moral untuk membunuh orang di luar kaidah dan hukum perang yang berlaku menurut Konvensi Jenewa.
Kedua, tentara bayaran tidak merasa perlu untuk menghargai dan mematuhi matarantai komanda dan perintah atasan. Maklum, karena yang mereka patuhi adalah perusahaan atau majikan yang membayar mereka. Jadi untuk membunuh orang atau menghancurkan sarana-sarana umum, dengan mudah bisa mereka lakukan tanpa beban moral sama sekali.
Karena itu, sekaranglah saatnya Negara-Negara Islam, khususnya yang tergabung dalam OKI, untuk menggalang dukungan untuk mengungkap dan menginvestigasi berbagai tindak pelanggaran HAM dan kejahatan perang AS di Irak dan Afghanistan.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Global Future Institute(GFI)