Opini

Kebangkitan Kaum Santri dari Obor Resolusi Jihad Hingga Perjuangan di Era Modern

Kamis, 22 Oktober 2015 | 23:01 WIB

Oleh: Muhammad Irfai Muslim
Tanggal 22 Oktober 1945 Mbah Hasyim mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk membakar semangat kaum santri untuk melawan penjajah. Fatwa yang dikeluarkan mbah Hasyim tersebut sangat manjur untuk memberikan semangat mengusir penjajah. Tidak dipungkiri efek yang luar biasa dari Resolusi Jihad tersebut. Bagaimana tidak, jihad fisabilillah yang dalam konteksnya adalah untuk membela agama Allah, kemudian direpresentasikan dengan membela tanah air yang hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi setiap individu. Berarti jelas, dalam pikiran kaum santri terbesit bahwa membela tanah air adalah sama dengan membela hak-haknya sebagai kaum Muslim di bumi yang ditempatinya, dan memperjuangkannya adalah sama dengan membela agama Allah, maka bila meninggal sama dengan syahid (yaitu meninggal di jalan Allah).

Mati syahid adalah sesuatu yang diidam-idamkan bagi setiap Muslim. Karena sangat jelas janji Allah bagi mereka yang membela-Nya adalah surga. Perjuangan-perjuangan jaman penjajahan memang betul konteksnya ketika itu adalah mempertahankan diri dari penjajah. Sebagai kaum santri, yang setelah perjuangan-perjuangan itu dilakukan ternyata beberapa tahun setelahnya masih saja dianggap kolot, tradisional dan stigma-stigma miring lainnya. Padahal kaum santri memiliki etos perjuangan, etos kerja, dan etos menuntut ilmu yang luar biasa.

Kalau kita jauh lebih dalam ingin memahami bagaimana kaum santri memiliki keunggulan-keunggulan dan kreatifitasnya, maka mesti kita menyelami lebih dalam kehidupan kaum santri. Di Indonesia sendiri kaum santri yang menjadi ulama-ulama besar dan diakui dunia sangat banyak. mereka terbukti dengan karya-karyanya. Sebut saja Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Yusuf al-Makassari, Syekh Khatib al-Minangkabawi, Syekh Makhfudz at-Turmusi, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh Ihsan Jampes, Mbah Hasyim Asy’ari dan lain-lainnya. Mereka semua adalah kaum santri yang luar biasa ‘alim dan diakui dunia dengan kitab-kitabnya.

Ulama-ulama Nusantara begitu produktif dalam menulis. Sebagai contoh Syekh Nawawi al-Bantani, punya karya yang sampai sekarang masih dibaca di pesantren-pesantren salaf yaitu kitab syarah dari Safinatunnaja, Kasyifatus saja. Kaum santri ketika jaman perjuangan pun begitu produktif dan gigih memperjuangkan tanah airnya. Semangat Resolusi Jihad yang dikobarkan mbah Hasyim begitu efektif. Kalau boleh dibilang bahwa kemerdekaan NKRI salah satunya adalah hasil karya dari kaum santri yang membela tanah airnya. Tidak bermaksud untuk mendramatisir perjuangan para kaum santri, tetapi hanya sebatas ingin mengenang, mencoba merenungkan dan membayangkan betapa gigihnya kaum santri ketika masa perjuangan melawan penjajah. Dengan gagah berani dan tanpa rasa takut mengalahkan dan memukul telak penjajah. Semoga perjuangan kaum santri yang tidak pernah gentar ditiru oleh kaum santri masa kini.

Kini, stigma santri yang dianggap tradisional, kolot sedikit demi sedikit mulai menghilang dari peredaran. Karena nyatanya sekarang kaum santri atau bisa dikatakan lulusan pesantren sudah banyak yang yang berkecimpung di berbagai macam bidang keahlian. Tidak hanya melulu menjadi seorang pengajar agama saja. Perjuangan kaum santri sekarang berbeda dengan perjuangan kaum santri masa kini. Kalau jaman dulu perjuangannya adalah melawan penjajah dan memiliki cita-cita mati syahid di jalan Allah. Namun sekarang adalah bukan lagi mati di jalan Allah, dengan dinamisasi dunia saat ini perjuangan kaum santri lebih dahsyat lagi. Yaitu bagaimana bisa berjuang selalu hidup di jalan Allah. Kaum santri yang bisa masuk di berbagai sektor keahlian seperti bidang militer, ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan dan agama, memiliki kompleksitas masalah-masalahnya sendiri. Yang pasti adalah bagaimana kaum santri menjaga betul marwah dari institusi pendidikannya (pesantren) dalam menjalankan kehidupannya di masyarakat.

Tuntutan memecahkan persoalan keagamaan, persoalan kemasyarakatan, dan kenegaraan adalah masalah yang harus dipecahkan kaum santri saat ini. Dengan modal ilmu pesantren, fondasi-fondasi agama yang dimilikinya mesti bisa mewarnai semua lini kehidupannya. Yang berjuang di bidang pendidikan, yang masuk dunia politik, sosial, pemerintahan, wirausaha, dan lainnya harus diwarnai dengan nilai-nilai kepesantrenan yang luhur yang diajarkan oleh para ulama. Jangan sampai sebagai yang bergelar “kaum santri” tidak bisa mengimplementasikan nilai-nilai luhur agama yang diadopsi pesantren dari para ulama. Semoga kaum santri dulu, kini, dan yang akan datang bisa menjadi teladan bagi mereka yang mau meneladani kehebatan dan kegigihan kaum santri dalam berjuang. Wallahua’alam.

* Seorang santri


Terkait