Oleh Ruchman Basori
Bertahun
tahun posisi dan peran madrasah kerap di kesankan sebagai pencetak orang yang
hanya bisa ngaji, memimpin doa, tahlilan atau atribut-atribut lain yang
berkutat pada bidang keagamaan (tafaqquh
fiddin). Madrasah ditahbiskan sebagai pencetak ahli agama, sebagai bengkel
moral dan spiritual. Anak-anak yang sering bandel, terkena narkoba, sering
tawuran dan berbuat onar itu dititipkan di madrasah untuk mendapatkan pembinaan
dan pendidikan akhlak yang cukup.
Seiring
dengan waktu dan penguatan regulasi pendidikan nasional, kini madrasah
diposisikan sebagai “sekolah umum” berciri khas Islam. Artinya, apa yang
dipelajari di SD, SMP dan SMA/SMK sama persis dengan yang dipelajari oleh
anak-anak di bangku MI, MTs dan MA. Namun di madrasah mendapat tambahan mata
pelajaran keislaman yaitu Aqidah Akhlak, Fiqih, Quran Hadits, Sejarah Kebudayaan
Islam dan Bahasa Arab sebagai ciri khas keislaman sebagaimana amanat undang-undang.
Pada
sisi lain dengan berubahnya status madrasah sebagai sekolah yang berciri khas
Islam, kini telah mampu bersaing dengan sekolah umum. Madrasah tidak lagi
dipandang sebelah mata sebagai pendidikan kelas dua. Banyak pakar dari pelbagai
kalangan telah mengakui eksistensi madrasah. Bahkan kalangan kampus mulai terkagum-kagum
terhadap kualitas mahasiswa yang berasal dari madrasah dan pondok pesantren.
Dalam
dua pekan terakhir ini saya mendapatkan kabar yang menggembirakan dari pelbagai
media massa, juga jejaring sosial tentang capaian prestasi siswa dan siswi madrasah.
Diantaranya keberhasilan siswa madrasah menjuarai kompetisi tingkat nasional,
regional hingga internasional. Bidang yang dikompetisikan rata-rata adalah
capaian sains dan teknologi, seperti penemuan-penemuan (riset) brillian, kompetisi
robot, berbagai olimpiade, lomba debat dan lain sebagainya yang berfungsi
menajamkan intelektualitas, bakat minat dan rekayasa sosial.
Para Juara Diciptakan
Kebijakan pendidikan Islam oleh Kementerian Agama
RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam nampaknya telah membuahkan
hasil. Siswa/i madrasah telah mampu berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah
dengan para siswa sekolah lainnya di tanah air. Hal itu melalui upaya serius kebijakan
perluasan akses dan peningkatan mutu madrasah.
Dalam dekade terakhir ini, madrasah
telah mengalami lompatan besar. Jika selama ini madrasah terkesan la yamutu wala yahya, kini telah lahir
madrasah-madrasah bermutu dan berkualitas. Hal ini sebagai respon tuntutan masyarakat
sebagai pengguna pendidikan (user).
Menurut Juran, mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use)
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Sementara Crosby (1983)
mendefinisikan mutu dengan conformannce to requirement, yaitu sesuai
dengan yang isyaratkan atau distandarkan. Adapun Deming, mutu adalah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Ahli lain semacam Feigenbaum, menyebut
mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customers satisfaction)
(Nasution, 2001: 15-16).
Madrasah yang bermutu dengan
demikian adalah madrasah yang mampu memuaskan pelanggannya yaitu masyarakat.
Masyarakat yang kompetitif sangat membutuhkan produk lulusan madrasah yang
mampu bersaing secara kompetitif. Secara teknis dapat diterjemahkan bahwa madrasah
dituntut untuk bisa bersaing dengan sekolah umum, baik dalam hal capaian nilai
UN, memenangkan berbagai kompetsisi dan mempunyai keunggulan karakter. Dengan
bahasa lain madrasah yang mampu mencetak para juara adalah madrasah yang
dibutuhkan hari ini.
Syahrozad Zalfa Nadia siswi kelas 4 MI Madrasah Pembangunan
UIN Jakarta dan Avicenna Roghid Putra Sidik, siswa TK A Madrasah Pembangunan telah
mampu menorehkan prestasi di kancah Asia, yaitu menjuarai kategori Soccer Robotic Junior dan kategori Brick Speed pada ajang kompetisi Asian Youth Robot Olympiad (AYRO) 2016. Kedua
siswa kakak beradik ini menyabet tiga medali emas, dua medali perak, dan satu
medali perunggu. Siswa MP lainnya, Faiz yang mewakili katagori senior meraih
medali emas dalam kategori Robot Kreatif. Faiz juga berhasil menyabet medali
perak untuk kategori Robot Animasi.
Tak ketinggalan Abdillah Fatwa Sandy, siswa MTsN
Malang, berhasil masuk final di ajang Singapura Mathematic Olimpiad (SMO)
Tingkat Internasional di Singapura pada Mei mendatang. Sementara siswa/i MAN 1
Samarinda berhasil menjadi Juara I Lomba Debat Bahasa Inggris Tk se-Provinsi
Kalimantan Timur. Dalam waktu yang hampir bersamaan, MAN Model Gorontalo juga meraih Juara
I Debat Hukum jenjang SMA/SMK/MA Tingkat Provinsi Gorontalo. Para juara ini
tentu tidak lahir ujug-ujug, namun
melalui pendidikan dan latihan yang sistematis diberikan di madrasahnya oleh
para guru yang hebat-hebat.
Dengan
ragam capaian yang dihasilkan, madrasah kini telah bermetamorfosis menjadi madrasah
pencetak para juara yang tidak dapat diremehkan oleh kalangan manapun. Jika
kondisi pembelajaran kondusif, manajemen dan kepemimpinan di madrasah
transformatif, kultur akademik dan tata nilai mendukung dan mampu bersaing
dengan lembaga pendidikan lainnya, kedepan tidak mustahil akan mengantarkan
sebagai madrasah sebagai pusat keunggulan (center
of excellence) yang menjadi kebanggaan tidak hanya bagi Kementerian Agama
namun juga masyarakat luas.
Madrasah
pencetak para juara juga layak disematkan pada MAN Insan Cendekia Serpong dan
MAN IC Gorontalo. Sebagaimana data yang dikumpulkan oleh Kementerian Agama
melalui Direktorat Pendidikan Madrasah, setiap tahun
sejak 2004, siswa dan siswi MAN Insan Cendekia Serpong memperoleh sejumlah medali di Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan sering
mewakili Indonesia pada Olimpiade Sains Internasional. Diantara prestasi internasional
yang telah dicapai adalah medali perunggu di International Olympiad in
Informatics (IOI) ke-24 di Milan, Italia (2012); Medali perunggu di International Geography Olympiad di Krakow, Polandia (2014) dan terakhir medali perunggu pada
kompetisi International Biology Olympiad (IBO) di Aarthus, Denmark (2015). Di bidang sosial, tercatat di tahun 2013
siswa MAN IC Serpong meraih prestasi sebagai peserta terbaik di 2nd Committee General Assembly pada Moscow International Model United
Nations (MIMUN), di Institut
Hubungan Internasional Moskow (MGIMO) Rusia. Selain itu, pada tahun 2014, tim
cerdas cermat MAN Insan Cendekia Serpong menjuarai Olimpiade Indonesia Cerdas
yang diselenggarakan oleh televisi swasta nasional Rajawali Televisi.
MAN IC
Serpong juga menorehkan prestasi peringkat ke-2 tingkat nasional hasil Ujian
Nasional tingkat SMA/MA (2013). Sukses tersebut disempurnakan dengan
keberhasilan 97 persen lulusan MAN IC Serpong tahun 2013 yang
diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit.
Nan, jauh di sana MAN Insan Cendekia Gorontalo pada OSN tahun 2015,
meraih satu emas, dua perak, dan empat perunggu. Pada ajang internasional, siswi
MAN IC Gorontalo meraih medali perunggu pada ajang IESO (International
Earth Science Olympiad) di Taiwan(2009).
MAN
Insan Cendekia Gorontalo, Serpong, dan Jambi setiap tahun meluluskan siswanya
dalam Ujian Nasional (UN) dengan taraf A. Lebih dari 90 persen dari mereka yang
melanjutkan pendidikan di PTN maupun
Perguruan Tinggi Luar Negeri. Hingga saat ini mayoritas alumni di dalam negeri
melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Institut Pertanian Bogor, dan beberapa
universitas negeri lain. Untuk luar negeri, negara tujuan belajar dengan jumlah
alumni paling banyak adalah Jepang.
Memang,
keberhasilan madrasah tidak hanya ditentukan oleh nilai atau prestasi akademik.
Namun tolak ukur ini bisa dijadikan pegangan sejauhmana alumninya mampu
memasuki perguruan tinggi ternama. Dari data yang
ada, 97 persen lulusan MAN IC Serpong (1998-2013) diterima
di PTN, sebagian besar melalui jalur tes tulis SBMPTN. Mereka
tersebar di PTN bergengsi di tanah air yaitu: ITB 33 persen, UGM 20
persen, UI 16 persen, UNPAD 8 persen, PTN lainnya 18 persen,
dan PTS 5 persen. Sedangkan alumni di perguruan tinggi luar negeri
antara lain: Jepang 42 persen, Jerman 14 persen, Malaysia 14 persen, Singapura
8 persen, Amerika 7 persen, Mesir 7 persen, Korea 5 persen, Australia 2 persen,
Rusia 1 persen.
Tidak
berbeda jauh dengan itu, alumni MAN Insan Cendekia Gorontalo mampu menembus 10
PTN papan atas yaitu Universitas Indonesia,
Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran,
Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanudin, Institut
Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Sepuluh November.
Para juara juga lahir dari madrasah-madrasah berbasis pondok pesantren melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama RI. Lulusan Madrasah yang mendapatkan beasiswa PBSB Kemenag RI yang menempuh studi pada ITS Surabaya, kini melanjutkan prestasinya melanjutkan studi S2 melalui Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan, diantaranya Mansur Maturidi pada Georgia Institute of Technology, Fia Mahanani dan Fadli Aziz, University of Manchester, Indra Lukmana, Belanda, M Faqih Hamami, UGM. Diantara yang mendapatkan beasiswa LPDP di ITB adalah Iqbal Ahmad Dahlan, Khoiron, Amelinda Pratiwi, Sitatun Zunaidah dan Nasrul Millah. Sedangkan Fadli Adhim, diterima di almamater yang sama yaitu ITS.
Berburu Sang Juara
Mencetak para juara yang lahir dari garba pendidikan
madrasah harus dengan langkah-langkah afirmatif, sistemik, semangat, daya juang
serta kebijakan dan program brilian. Hanya dengan mengandalkan madrasah
tidaklah cukup apalagi hanya dengan mengandalkan anak-anak madrasah sebagai “pemain
alam”.
Negara
melalui Direktorat Pendidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian
Agama harus turun tangan, hadir dan menjadi bagian sistem mencetak para juara.
Tidak hanya ikut bangga dan memberikan selamat kepada sang juara, namun harus
disertai dengan kebijakan dan program yang memungkinkan lahirnya bibit-bibit unggul
sebagai kader multitalenta. Salah satunya melalui program berburu calon-calon
juara ke pelosok-pelosok negeri yang dilanjutkan dengan short course, pelatihan dan persiapan kompetisi sains, sosial, humaniora,
riset, maupun pengembangan bakat minat seni dan keahlian.
Pada
saat yang sama pemerintah harus memfasilitasi sarana dan prasarana yang
dibutuhkan oleh madrasah agar pengembangan bakat dan minat tergali dengan baik.
Tentu juga diikuti dengan pemberian fasilitas anggaran yang memadahi karena
biaya yang cukup mahal mengikuti ajang kompetisi adalah pembiayaan. Langkah
menggelar kompetisi sains madrasah, aksioma dan lomba robot, barulah bagian
kecil ikhtiar Kementerian Agama memberikan kesempatan para siswa madrasah.
Sekali lagi para juara harus diciptakan dan dilahirkan, bukan dibiarkan begitu saja. Komitmen, kemauan dan sekaligus keberanian para pemimpin sangat dibutuhkan agar madrasah yang hari-hari ini sedang mekar bisa berkembang dengan baik. Apresiasi tidak cukup dengan pemberian selamat, namun perlu diikuti dengan komitmen kuat membuat terobosan agar calon-calon juara terdidik dan terlatih dengan baik mengembangkan talentanya.
Penulis adalah Sekretaris Jenderal PMU MAN Insan Cendekia dan Kandidat Doktor Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta